Urgensi Pendidikan Karakter Kebangsaan Anak dalam Keluarga

Anak Sekolah Dasar (Foto Istimewa)

Anak Sekolah Dasar (Foto Istimewa)

Sastra Islam dan Pendidikan Karakter
Membangun Bangsa dengan Pendidikan Karakater. Foto: Ilustrasi/SHNet

NUSANTARANEWS.CO – Di era milenial saat ini, pendidikan karakter kebangsaan sangat urgen dikuatkan pada anak dalam keluarga. Sebab, gempuran ideologi transnasional sudah menghantui anak-kita. Kenakalan remaja makin merajalela, narkoba, seks bebas di mana-mana.

Perkembangan teknologi pada era milenial berpengaruh pada perubahan peradaban manusia. Arus globalisasi juga turut mempengaruhi pola pikir, kebudayaan, gaya hidup, manusia. Tak hanya pada bidang ekonomi saja, namun juga di bidang kebudayaan, pendidikan, bahkan bidang pertahanan dan keamanan negara pun ikut berubah.

Cara pandang anak-anak tentang ideologi negara pun ikut berubah. Buktinya sebanyak 23,4 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar di Indonesia dinyatakan siap berjihad demi tegaknya negara Islam atau khilafah.

Baca juga: Pengamat: Pendidikan Karakter Harus Dimiliki dan Dibangun Sejak Dini

Survei ini dilakukan Alvara Research Center dan MataAir Foundation terhadap 1.800 responden mahasiswa dari 25 perguruan tinggi ternama di Indonesia dan 2.400 pelajar SMA unggulan atau favorit di dalam dan di luar Jawa. Hasil survei ini di rilis Selasa, 31 Oktober 2017 oleh CEO Alvara Hasanudin Ali.

Peran keluarga sebagai salah satu elemen Tri Sentra Pendidikan tentunya menjadi sangat penting. Mengingat keluarga adalah madrasah pertama bagi anak. Melalui keluarga anak diajarkan nilai baik dan buruk, pembiasaan yang baik yang membentuk karakternya kelak.

Hal ini tentu tidak terlepas dari peran orang tua sebagai pembimbing dan pemberi teladan anak. Keluarga lah yang seharusnya berperan paling banyak dalam pembentukan karakter anak.

Kehancuran Bangsa

Thomas Lickona (1991) berpendapat, ada sepuluh tanda kehancuran suatu bangsa. Ada lima yang sangat menonjol terjadi di Indonesia. Pertama, meningkatnya kekerasan di kalangan remaja. Kedua, penggunaan bahasa dan kata-kata buruk.

Baca juga: Perpres Pendidikan Karakter Terbit, Kemendikbud Belum Rumuskan Juklak dan Juknis

Ketiga, pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan. Keempat, meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas. Kelima, semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk.

Penelitian Zuriah (2015:1) menemukan kita mengalami zaman edan dan dunia telah diliputi kemiskinan dan kejahatan, politik sangat korupsi dan anak-anak sama sekali tidak hormat kepada orang tuanya.

Polda Metro Jaya pada crime index atau indeks kejahatan sepanjang 2016 merillis data memprihatinkan. Total kejahatan selama 2016 meningkat dari 44.304 pada 2015 menjadi 43.149 pada 2016. Peningkatannya lebih kurang tiga persen. Tercatat, ada 11 jenis kasus yang menonjol pada 2016 salah satunya adalah kenakalan remaja yang meningkat 400 persen.

Data ini tentu makin memprihatinkan karena hampir semua anak-anak saat ini menggunakan gawai (gadget). Dengan mudah mereka mengakses segala sesuatu yang lebih banyak negatifnya.

Baca juga: Esai Bagus Likurnianto: Sastra Islam dan Pendidikan Karakter

Kenakalan remaja yang terjadi di antaranya adalah tawuran remaja, seks bebas, kekerasan di sekolah dan lain sebagainya. Data di atas membuktikan bahwa generasi muda Indonesia mengalami mengikisan moral dan perilaku.

Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan menjadi urgen untuk digalakkan. Pemerintah telah mengeluarkan Perpres 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter yang di dalamnya memuat 17 karakter yang harus dimiliki generasi muda Indonesia. Mengembangan pendidikan karakter kebangsaan akan berhasil jika seluruh elemen Tri Sentra Pendidikan turut andil.

Thomas Lickona (1991:51) berpendapat, komponen karakter yang baik harus mencakup 3 hal yaitu, tahu apa itu moral, mampu merasakan dan membedakan hal baik dan buruk, serta mampu berperilaku sesuai moral yang berlaku sehari-hari. Melihat pendapat Lickona, karakter mencakup serangkaian pemikiran, perasaan dan perilaku yang sudah menjadi kebiasaan.

Hal ini menuntut peran serta orang tua dalam membentuk pembiasaan anak di lingkungan keluarga. Masyarakat juga harus ikut serta membentuk lingkungan berkarakter. Sehingga, menumbuhkan karakter kebangsaan sejak dini dapat menjadi salah satu solusi preventif untuk mengatasi terkikisnya moral bangsa.

Tiga elemen Tri Sentra Pendidikan yaitu orang tua, masyarakat dan pemerintah harus ikut peduli dan melaksanakan pendidikan karakter kebangsaan untuk anak. Dengan demikian generasi muda yang berkarakter kebangsaan akan terbentuk dan bukan hanya menjadi wacana saja.

Peran Keluarga

Konsep pendidikan karakter kebangsaan untuk anak usia dini tentunya yang pertama ditanamkan di lingkungan keluarga adalah nilai religius. Hal ini sesuai dengan Pancasila terutama sila pertama yaitu ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila fondasi agama anak kita sudah kuat sejak dini tentunya akan lebih mudah menanamkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia seperti rasa cinta tanah air, toleransi, mengutamakan kepentingan umum dan sebagainya.

Baca juga: Memahami Perpres No. 87 th. 2017 Tentang Pendidikan Karakter

Pendapat ini dikuatkan oleh Kansil dan Christine (2011: 224) yang menjelaskan bahwa nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan nilai. Mulai dari religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. Hal tersebut sesuai juga dengan Perpres No 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Di lingkungan keluarga nilai kedisiplinan, jujur, toleransi, mandiri dapat diterapkan pada anak melalui pendidikan dan pembiasaan yang dilatihkan ibu serta keteladanan orang tua dalam kegiatan sehari-hari. Begitu juga untuk nilai lain. Tiga langkah yang bisa dilakukan orang tua di rumah.

Pertama, memberi teladan yang baik dalam beribadah dan menerapkan nilai religius, jujur, disiplin dan lain sebagainya. Kedua, gunakan media baik untuk memantau pembiasaan yang sudah di lakukan, misal menggunakan diary activity anak dan teknologi yang lain. Ketiga, evalusi dan beri reward bila anak telah melakukan pembiasaan religius, jujur, disiplin dan pembiasaan baik lainnya.

Pendidikan karakter kebangsaan untuk anak memang bukan segalanya. Semua itu bisa dimulai dari lingkungan keluarga. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Penulis: Rhindra Puspitasari, M.Pd, Dosen Pendidikan Pancasila Pada Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) STAINU Temanggung

Exit mobile version