Syafrudin Tumenggung Harus Buru-Buru Nyanyi!

Syafrudin Tumenggung (Foto Ilutrasi via liputan6)

Syafrudin Tumenggung (Foto Ilutrasi via liputan6)

Syafrudin Tumenggung, tersangka BLBI, sudah harus mulai menyanyi agar tak ditinggal seperti Setya Novanto.

Dari datanya, cukup jelas siapa saja yang harus dilibatkan dalam kasus BLBI ini. Terbitkan saja buru-buru sekarang. Budiono memang terlibat. Bahkan dalam kasus Paul Sutopo dalam satu berkas, nama Budiono bisa menghilang. Persis dengan sejumlah nama yang raib dari dakwaan KPK untuk Setnov.

Yang dihukum hanya Paul Sutopo, dan seorang lagi, duh lupa saya namanya.

Nasib Setnov juga pasti begitu. Ia bukan saja ditinggal sejawatnya, juga terdakwa nildemingnya (pesertanya dalam delik). Dengan kata lain, jika Setnov telat ajukan justice collaburator, sudah pasti ia masuk sendirian. Syafrudin Tumenggung juga begitu. Jika Syafrudin telat tukar kepala, setidaknya niscaya ia tak bisa menjelaskan kredit plasma inti yang menyatakan mereka (petani) tak menerima kucuran kredit. Ya ialah, wong natura.

Jadi ambil menterinya dulu. Budiono paling licin, ia malah menghadap duluan ke KPK hari ini. Akal bulus. Jangan lupa, di dua kasus sebelumnya, Budiono mampu menghilangkan namanya dari berkas tuntutan.

Ini berita hari ini. Mantan Wakil Presiden Boediono tiba-tiba datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pagi tadi, Kamis (28/12). Hal ini tentu mengundang tanya para awak media. Karena, sebelumnya tidak ada nama Boediono yang dijadwalkan akan diperiksa KPK. Ternyata, Kedatangannya atas inisiatif sendiri, sebab sebelumnya dia berhalangan hadir ketika dijadwal diperiksa oleh penyidik KPK.

“Beliau datang lebih awal atas inisiatif sendiri. Karena di jadwal pemanggilan beliau berhalangan,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif kepada JawaPos.com.

Terkait kedatangan Boediono, Syarief menjelaskan bahwa mantan Menteri Keuangan di era Presiden Megawati Soekarno Putri tersebut, akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi SKL BLBI.

“Pemeriksaan beliau berhubungan dengan kasus pak SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) soal BLBI,” terangnya.

Senada dengan Syarief, Ketua KPK Agus Raharjo juga membenarkan jika mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut diperiksa sebagai saksi untuk kasus SL BLBI. Menurut Agus, dalam rangka melengkapi berkas penyidikan tersangka SAT, pria kelahiran Blitar, Jatim, 74 tahun tersebut akan digali seputar perannya sebagai anggota KKSK.

“Saksi sewaktu beliau Menkeu, saat peristiwa itu terjadi,” papar Agus.

Terkait kasus dugaan korupsi terkait penerbitan SKL BLBI terhadap BDNI, KPK baru menjerat satu tersangka, yaitu mantan Kepala BPPN Syafruddin Aryad Temenggung. Dia diduga menyalahgunakan kewenangan terkait penerbitan SKL tersebut. Perbuatan Syafruddin diduga menguntungkan sejumlah pihak dan merugikan keuangan negara mencapai Rp 4,58 triliun.‎

Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara atas kasus ini sebesar Rp Rp 4,58 triliun. Sebelumya KPK menyebut kerugian negara atas kasus ini senilai Rp 3,7 triliun.

Atas perbuatannya, dia disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.‎ Kini, Syafruddin Arsyad Temenggung telah ditahan KPK usai diperiksa penyidik pada Kamis (21/12).

Terkait peranan Boediono dalam pusaran kasus ini, kala kasus bergulir, Boedino menjadi salah satu anggota KKSK selain Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno, serta Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Bertindak sebagai ketua Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

KKSK sendiri berperan memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana induk penyehatan perbankan yang disusun BPPN. Hal ini didukung Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2002, yang dikeluarkan Presiden Megawati kala itu. Dengan adanya persetujuan KKSK, maka BPNN mengeluarkan SKL BLBI untuk BDNI.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Syafruddin ketika akan ditahan penyidik KPK. Menurut dia, penerbitan SKL BLBI yang dikeluarkan untuk BDNI telah mendapat persetujuan dari KKSK. Persetujuan KKSK itu berdasarkan Keputusan KKSK Nomor 01/K.KKSK/03/2004 tertanggal 17 Maret 2004.

“Semuanya sudah ada persetujuan dari KKSK, semuanya. Saya hanya mengikuti aturan dan saya sudah punya (menunjukkan hasil audit BPK),” terang Syafruddin. Namun, hal ini dinilai menyimpang, karena KPK menangarai adanya dugaan kongkalikong antara Syafruddin dan berbagai pihak lain, sehingga BDNI mendapat SKL BLBI. (Djoko Edhi Abdurrahman)

Exit mobile version