NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Center for Budget Analysis mengatakan Meikarta merupakan kasus besar karena tak hanya melibatkan perorangan tetapi juga korporasi. Karenanya, keberanian KPK benar-benar akan diuji dalam mengusut kasus tersebut.
“Ini kasus besar di mana terindikasi kuat bukan hanya melibatkan perorangan melainkan korporasi,” kata Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis, Jajang Nurjaman seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Baca juga: Kode ‘Babe’ dalam Kasus Suap Meikarta Terdeteksi KPK
Dia menjelaskan, UU Nomor 31 tahun 1999 juncto UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) telah mengatur soal subjek hukum pelaku orupsi tidak hanya orang, tetapi juga badan hukum atau korporasi.
“Langkah hukum menjerat korporasi tentunya bukan hal yang mudah. Namun, KPK sudah membuktikan di kasus-kasus seelumnya. Sedikitnya sudah ada beberapa korporasi yang berhasil dijerat KPK,” jelas Jajang.
Baca juga: Teori Korupsi Sandera Negara Memahami Sikap Jokowi atas Meikarta
Menurutnya, dalam kasus skandal Meikarta, bisa menjadi langkah positif penegakan hukum di tanah air untuk menindak tegas sehingga bisa menimbulkan efek jera bagi pengusaha lainnya.
Kasus skandal ini telah dibuka KPK. Lembaga anti rasuah telah menetapkan 9 orang tersangka. Salah satunya Bupati Bekasi non-aktif, Neneng Hasanah.
Selain itu, para tersangka lain di jajaran Pemkab Bekasi diduga menerima suap sebesar Rp 7 miliar sebagai bagian dari commitment fee tahap pertama senilai Rp 13 miliar.
Baca juga: Mengapa Jokowi Diam Soal Kasus Proyek Meikarta?
Baca juga: Tantangan Keadilan Sosial: Kasus Meikarta dan Reklamasi
Seiring dengan berjalannya proses penyidikan, KPK menemukan dugaan penanggalan mundur (backdate) terhadap sejumlah dokumen perizinan Meikarta. Atas dugaan backdate itu, KPK mengatakan proyek Meikarta diduga sudah dibangun sebelum perizinannya beres.
Pewarta: Almeiji Santoso
Editor: M. Yahya Suprabana