Sarbumusi: Program RBSC PT Holcim Indonesia Bentuk Lain dari PHK

Ilustrasi: Korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). (Foto: INT)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sarbumusi: Program RBSC PT Holcim Indonesia Bentuk Lain dari PHK. Pada tanggal 29 September 2016 dan 24 Juli 2017, manajemen PT. Holcim Indonesia,Tbk mengadakan sosialisasi dengan serikat pekerja tentang akan dilakukannya program RBSC (Regional Bussines Service Centre). Menurut Konfederasi Sarikat Buruh Indonesia (Sarbumusi), program ini merupakan bentuk lain dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang berdampak pada buruh, khususnya Departement Finance (Keuangan) dan Procurement (Pengadaan) yang direncanakan sebanyak 48 orang (dari total karyawan/buruh FICO + 120 orang).

“Dalam sosialisasi ini Manajemen PT.Holcim Indonesia merencanakan program ini akan dilakukan final (selesai) paling lambat minggu pertama Q4 (sekitar bulan Oktober 2017). Tentu saja dalam semua sosialiasi tersebut, Serikat Pekerja Holcim Indonesia (SPHI) menolak program ini yang tidak dirundingkan terlebih dahulu antara manajemen dan serikat buruh,” Kata Presiden Sarbumusi, Syaiful Bahri Anshori dalam keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (27/7/2017).

Selanjutnya, pada 25 Juli 2017 manajemen memerintahkan kepada manajer masing-masing untuk melakukan sosialisasi kepada karyawan FICO (Finance and Controlling) sekaligus melakukan pendataan karyawan terdampak PHK tersebut melalui atasannya masing-masing.

“Atas dasar perintah dan merupakan bagian dari kebijakan manajemen Holcim Regional yang berkantor pusat di Singapore yang tentu saja merupakan arahan kebijakan global (Kantor Pusat Grup Lafarge Holcim di Eropa), kebijakan ini dilakukan tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia maupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati Manajemen PT.Holcim Indonesia dengan serikat pekerja yang berada di PT. Holcim Indonesia tersebut,” papar dia.

Dijelaskannya, program RBSC merupakan pemindahan dan tata kelola sistem keuangan yang bertujuan untuk memindahkan sistem sebagian departemen Finance dan Procurement ke Filipina dengan menunjuk perusahaan lain (outsorcing) HEABS (Holcim East Asia Bussiness Service) yang merupakan perusahaan partner bisnis Group Lafarge Holcim, sehingga statusnya adalah memberikan sebagian pekerjaan (outsorcing) yang berada di Indonesia dengan pengelolaannya kepada perusahaan asing yang berada di luar Indonesia.

“Manajemen PT. Holcim Indonesia,Tbk telah melakukan pelanggaran yang senyata-nyatanya terhadap peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, kebijakan perusahaan yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja ataupun maksud-maksud dari kebijakan yang berdampak kepada pekerja/buruh harus dirundingkan terlebih dahulu kepada serikat pekerja/serikat buruh yang ada di perusahaan,” jelasnya.

Kesimpulan ini mengacu pada Pasal 151 ayat 3 UU.13/2003 yang menyatakan “Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan”. Demikian pula pasal 151 ayat 1 menegaskan bahwa “Pengusaha, pekerja/buruh , serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja”.

“Pengusaha/manajemen PT Holcim Indonesia tidak pernah melakukan perundingan mencari solusi terbaik,” tegasnya.

Untuk itu mencegah PHK massal, Sarbumusi menilai pihak perusahaan harus berunding terlebih dahulu dengan serikat pekerja/serikat buruh. Hal ini sesuai amanat pasal 151 ayat 1 tentang segala upaya untuk mencegah terjadinya PHK, Menteri Tenaga Kerja melalui Surat Edaran No.SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 Tentang pencegahan PHK massal.

Namun, manajemen PT.Holcim Indonesia disebut tidak pernah melakukan perundingan terkait maksud-maksud PHK melalui program yang dinamakan RBSC (Regional Bussines Service Centre).

“Manajemen PT.Holcim Indonesia patuh dan 100% taat terhadap regional perusahaan yang ada di Filipina yang senyata-nyatanya tidak taat terhadap peraturan dan hukum ketenagakerjaan yang berada di Indonesia, kebijakan tersebut sama sekali tidak mau mengindahkan serta cenderung mengangkangi hukum ketenagakerjaan yang ada di Indonesia,” kata dia.

Ada lima tuntutan Sarbumusi terkait kasus ini, salah satunya menuntut kepada Presiden Direktur PT. Holcim Indonesia,Tbk untuk membatalkan kebijakan program RBSC yang berdampak pada PHK karyawan Finance & Procurment, dengan meng-outsorcingkan system keuangan perusahaan kepada Perusahaan asing di Filipina. Alasan penghematan Rp.3,2 M/tahun dari program ini merupakan penghematan dari PHK karyawan bukan dari kebaikan sistem tersebut karena kontrak ke HEABS + Rp.158 M/ 10 tahun (+ Rp.15,8 M/tahun).

Pewarta: Ucok Al Ayubbi
Editor: Eriec Dieda

Exit mobile version