NUSANTARANEWS.CO, Aceh Utara – Perusahaan Gunung Samudera Internasional (GSI) melakukan survei di Desa Matang Bayu, Kecamatan Baktiya Barat, Kabupaten Aceh Utara, guna mencari titik gas yang baru. Pencarian tersebut dilakukan dengan Truk Seismic Vibrator. Truk tersebut memiliki getaran yang tinggi, sehingga mengakibatkan kerusakan (keretakan tembok bangunan) rumah warga setempat.
Salah satu warga Desa Matang Bayu, Kecamatan Baktiya Barat, Kabupaten Aceh Utara, Zulmanik, mengeluh dengan kondisi rumahnya yang retak akibat getaran truk tersebut. “Seperti rumah saya, dibangun tahun 2021 lalu, baru dua tahun ditempati, namun sudah banyak ditemukan titik keretakan karena getaran Truk Seismic Vibrator tersebut,” ujar Zulmalik, Sabtu, (10/6/2023).
Akibat kerusakan tersebut, mereka meminta pertanggungjawaban kepada pihak perusahaan. Pertanggungjawaban yang mereka maksud adalah ganti rugi yang setimpal dengan kerusakan. Hal tersebut diungkapkan oleh Rusli alias Nyak Li kepada awak media dengan mengatakan bahwa dirinya menola jika ganti rugi tidak setimpal dengan kerusakan yang dialami rumahnya.
“Saya minta agar diganti rugi dengan biaya yang sesuai kerusakan rumah saya. Saya mengancam dan menolak uang ganti rugi apabila ganti rugi perusahaan tidak setimpal dengan nilai kerusakan,” ungkapnya.
Atas kejadian ini, Zulmalik mengakui pihak perusahaan telah melakukan pengecekan ke rumah-rumah warga yang mengalami kerusakan akibat truk tersebut. Namun ia sangat menyayangkan karena tidak semua rumah warga yang dicek, tetapi hanya yang dilalui lintasan saja. Selain itu, hingga saat ini belum juga ada tanda-tanda akan diganti rugi dari pihat perusahaan.
Oleh karena itu, ia sebagai warga berharap dan meminta kepada pihak perusahaan untuk cepat merealisasikan ganti rugi akibat dari kegiatan pencarian titik gas baru tersebut. Apabila perusahaan tidak merespon secara positif, ia bersama warga lainnya berencana menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan mendesak untuk menggugat perusahaan tersebut.
“Kami juga akan mengadakan aksi jika perusahaan tidak menanggapi keluhan warga dalam proses ganti rugi,” pungkas Zulmalik.
Terkait dengan kasus tersebut, seorang pemerhati sosial Aceh Utara, Nurul Auli, S.Pd, M.Pd, mengatakan bahwa dirinya sangat prihatin dengan kondisi warga desa yang rumahnya retak-retak akibat operasional perusahaan yang tidak memperhatikan keselamatan lingkungan. “Hal tersebut menjadi keprihatinan bagi saya karena melihat keluhan yang disampaikan oleh warga. Sepertinya perusahaan belum memiliki niat baik dalam mengganti kerugian. Seharusnya perusahaan lebih bertanggung jawab atas apa yang dilakukan,” ungkap lulusan pasca sarjana bidang pendidikan dari Universitas Syiah Kuala ini, Senin, 12 Juni 2023.
Menurutnya, perusahaan semestinya tidak hanya mengecek rumah-rumah yang dilalui lintasan saja, tetapi juga harus mencakup bangunan warga yang terdampak pada radius tertentu. “Karena walaupun agak berjarak dari perlintasan, namun karena struktur bangunan yang mungkin kurang mendukung sehingga kena getaran yang sedikit besar saja rumahnya langsung retak-retak. Jadi perlu dicek juga hingga radius tertentu, di tempat mana getaran vibrator seimic itu masih terasa,” beber Nurul Auli.
Hal ini, lanjut dia, perlu dilakukan mengingat kondisi masyarakat setempat yang bisa dikatakan rata-rata ekonomi kelas menengah ke bawah. “Belum lagi yang mengalami kerusakan adalah rumah janda dan lansia yang tidak memiliki penghasilan, hanya mengharapkan pemberian dari anak saja,” ungkap Nurul Auli kepada media ini dengan raut prihatin.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa setelah dilakukan pengecekan, seharusnya perusahaan segera mengganti kerugian yang dialami oleh warga. Jika bukan perusahaan yang mengganti rugi siapa lagi?
“Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Harapan saya, perusahaan merespon dengan baik keluhan dan kerusakan yang dialami oleh warga setempat, tidak hanya melakukan pengecekan saja, tetapi segera melakukan ganti rugi seperti yang diharapkan warga,” tegas gadis Aceh yang sering disapa Inong Nurul ini.
Selain itu, Nurul Auli juga mendesak pemerintah setempat untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan GSI. Apakah perusahaan itu telah menjalankan kegiatan sesuai dengan izin yang diberikan? Ataukah mereka justru melakukan kegiatan sesuai dengan apa yang mereka inginkan saja?
“Apabila mereka tidak melakukan sesuai dengan surat izin yang telah dikeluakan pemerintah setempat, saya berharap pemerintah mencabut izin melakukan pencarian titik gas yang baru di wilayah tersebut,” pungkas Nurul Auli yang juga merupakan anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Aceh Utara itu. (NRA/MG)