Prospek Cerah Bisnis Perawatan Pesawat di Tahun 2019

Berebut Ladang Subur Jalur Udara Indonesia (Foto Edit Mike Milley)
Pasar Industri Penerbangan Indonesia (Foto Credit: Edit by Mike Milley)

NUSANTARANEWS.CO – Pesatnya pertumbuhan industri penerbangan di Asia Tenggara membuka peluang usaha cukup besar pada industri perawatan dan perbaikan pesawat (maintenance, repair and overhaul/MRO). Indonesia berambisi masuk sepuluh besar pasar penerbangan dunia pada 2020 dengan mendorong pengembangan bisnis MRO.

Baca Juga: Berebut Ladang Subur Jalur Udara Indonesia

Menurut prediksi kantor Kementrian Perindustrian, potensi bisnis industri MRO di Indonesia mencapai USD 920 juta. Potensi itu terus berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah pesawat. Empat tahun mendatang potensi bisnis tersebut diperkirakan mencapai USD 2 miliar atau Rp 26 triliun.

Berdasarkan laporan International Air Transport Association (IATA), jumlah penumpang udara nasional mencapai 270 juta pada 2034. Angka itu melonjak 3-4 kali lipat jika dibandingkan dengan 2015 yang hanya 80 juta penumpang.

Saat ini 61 maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia dengan populasi lebih dari 750 pesawat melayani rute yang terjadwal maupun penerbangan carter. Diprediksi, jumlah pesawat mencapai 1.300 pesawat pada 2019.

Jumlah Penduduk yang Menggiurkan

Sejak pelonggaran aturan industri jasa penerbangan pada 2000, industri penerbangan melonjak tajam. Industri penerbangan, baik nasional maupun asing, terus bersaing ketat untuk berebutan pasar domestik dan regional yang sangat besar.  Dan Indonesia adalah pasar besar karena memiliki 262 juta penduduk.

Ketua Umum Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) Richard Budihadianto mengapresiasi paket kebijakan ekonomi VIII yang memberikan stimulus bagi dunia penerbangan. Dengan paket kebijakan itu, bea masuk 21 pos tarif komponen pesawat udara turun dari 5 persen menjadi nol persen.

“Kebijakan tersebut menjadi peluang bagi industri MRO untuk mampu bersaing dengan kompetitornya di regional,” kata Richard Budihadianto.

Selain itu, Kemenperin memproyeksikan potensi bisnis industri perawatan dan perbaikan pesawat atau maintenance, repair and overhaul (MRO) di Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai USD2,2 miliar. Naik signifikan dibanding tahun 2016 sebesar USD970 juta.

“Industri MRO kita semakin kompetitif. Saat ini sudah mampu menyediakan berbagai jasa perawatan pesawat, antara lain airframe, instrument, engine, radio, emergency equipment, dan line maintenance,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) .

Pada tahun 2016, maskapai dunia mengeluarkan dana sebesar USD72,81 miliar untuk melakukan perawatan pesawat. Dari nilai tersebut, Amerika Utara menjadi penyumbang terbesar yang mencapai USD21,2 miliar, diikuti Eropa sekitar USD20,7 miliar dan Asia Pasifik USD13,3 miliar.

“Di tahun 2025, pasar perawatan pesawat di dunia diperkirakan terus meningkat dengan pertumbuhan 3,9% sehingga menjadi USD106,54 miliar. Asia Pasifik akan mengalami pertumbuhan terbesar, yakni 5,8% dibanding Amerika Utara 0,9% dan Eropa 2,35%,”.

Perusahaan MRO di Eropa dan Amerika Utara mulai fokus menggarap industri berteknologi tinggi dan padat modal. Sedangkan untuk jasa perawatan pesawat yang tergolong padat karya, bakal diserahkan kepada pihak lain. “Kondisi ini akan memberikan peluang bagi industri MRO di Asia Pasifik termasuk di Indonesia,” ungkapnya.

Untuk itu, peluang bisnis tersebut, perlu ditangkap oleh industri MRO nasional yang saat ini jumlahnya mencapai 32 perusahaan, yang tergabung dalam Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA). Untuk itu, Kemenperin bersama seluruh pemangku kepentingan terkait terus berkolaborasi guna lebih meningkatkan daya saing industri MRO nasional.

Adapun langkah strategis yang perlu dilakukan dalam menunjang hal tersebut, di antaranya adalah pengembangan sumber daya manusia industri, pembangunan kawasan industri terpadu, pemenuhan standar kualitas, dan penguatan industri komponen pesawat.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyampaikan, di Bintan Tengah dikembangkan Airport and Aerospace Industry Park di atas lahan seluas 4.000 hektare. Kawasan aviasi terpadu ini akan menjadi yang terlengkap di Indonesia dengan beberapa fasilitas penunjang seperti bandara, sarana perbaikan pesawat, pelatihan pegawai penerbangan, serta area kawasan bisnis dan residensial.

Di samping itu, Kemenperin dan IAMSA akan bersinergi untuk pembangunan unit pendidikan maupun penyediaan tenaga pengajar ahli di bidang perawatan pesawat. Selain itu, dilakukan juga kerja sama dengan industri yang akan menampung para lulusan agar dapat langsung terserap kerja.

*Arista Atmadjati, penulis adalah Direktur AIAC Aviation Jakarta dan Pakar Bisnis Penerbangan Indonesia.

Exit mobile version