Potensi Keripik Saree Oleh-Oleh Khas Seulawah Aceh

Potensi Keripik Saree oleh-oleh khas Seulawah Aceh.

Potensi Keripik Saree oleh-oleh khas Seulawah Aceh.

Potensi Keripik Saree oleh-oleh khas Seulawah Aceh.
Potensi Keripik Saree oleh-oleh khas Seulawah Aceh/Foto: youtube

NUSANTARANEWS.CO, Banda Aceh – Potensi Keripik Saree oleh-oleh khas Seulawah Aceh. Tepat pukul 03.15 Wib saya berangkat dari rumah di Matangglumpangdua. Saya memang telah mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan agar perjalanan ini menjadi menyenangkan. Perjalanan dini hari membutuhkan stamina prima, serta tidak ada beban pikiran yang dapat mengganggu perjalanan dan konsentrasi pengemudi. Perjalanan saya kali ini menuju kota Banda Aceh adalah untuk mengikuti sebuah acara yang akan dimulai pada pukul 08.00 WIB.

Sepanjang perjalanan terasa sunyi, hanya terdengar suara jangkrik dan hembusan angin yang sepoi sepoi. Rumah-rumah penduduk masih gelap hanya diterangi lampu teras yang berwarna warni menghiasi malam. Sesekali nampak terang benderang ketika melewati daerah pertokoan di kota kecamatan.

Para penduduk mungkin masih menikmati mimpi indah, sedangkan saya harus menyusuri jalan memenuhi kewajiban tugas. Jalan yang lengang membuat supir saya membawa kendaraan lebih cepat dari biasanya, terkadang jantung ini berdesir kencang saat melewati tikungan dan tanjakan, namun menyenangkan.

Pukul 04.30 WIB kami tiba di daerah lembah Seulawah Aceh Besar, melewati deretan penjaja makanan ringan yang beraneka ragam. Kami berhenti untuk melaksanakan shalat subuh dan beristirahat sejenak karena perjalanan masih jauh. Usai shalat  saya berkeliling untuk melihat beberapa jajanan yang unik, namun karena masih pagi sekali belum banyak pedagang yang buka, saya memutuskan melanjutkan perjalanan ke kota Banda Aceh dan berniat saat  pulang saja saya singgah lagi.

Dalam perjalanan banyak Mesjid dan Meunasah di  pinggir jalan melantunkan ayat ayat suci Al Qur’an, membuat hati terasa damai dan tenang, tanpa terasa sayapun tertidur dalam buaian angin pagi yang lembut dan terbangun saat tiba di kota Banda Aceh sekitar pukul 07.00 Wib Setelah beristirahat sejenak saya mempersiapkan diri menuju lokasi acara, dan acara selesai hingga pukul 16.00 Wib.

Tepat pukul 17.00 Wib setelah semuanya selesai, saya bergegas pulang, dan berniat untuk singgah lagi di Saree. Alhamdulillah terwujud. Saya bersilaturahmi dengan beberapa pedagang keripik Saree. Salah satu pedagang yang saya jumpai Ibu Fitria, istri dari bang Ir orang orang mengenalnya dengan sebutan itu, dia asli Jakarta dan ikut suami ke Aceh.

Ceritanya, ibu Fitria dan suami telah membuka  usaha  ± 5 tahun lamanya di atas tanah hak pakai milik Mesjid Jami Baitul Muttaqin Saree  dan Tahura. Mereka hanya dipungut sewa sekedarnya setiap tahun.

Selama itu, pasangan ini telah menjual beraneka ragam makanan ringan dari ubi kayu dan ubi rambat seperti keripik ubi kayu, keripik ubi rambat  original, keripik ubi pedas, ampera, kerupuk reginang, tape ubi, cakar ayam ungu dan kuning, kerupuk ubi, ada juga keripik pisang dan beraneka ragam makanan ringan lainnya.

Keripik ubi  dan tape  Saree sudah dikenal sejak lama, bahkan menjadi oleh-oleh yang “wajib” di bawa pulang bila melintas daerah Saree baik pergi maupun kembali dari Banda Aceh.

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh ibu Fitria, pemilik usaha Mawar Baru, dia mulai membuka usahanya setelah shalat subuh atau pukul 06.00 Wib untuk memenuhi permintaan konsumen keripik yang disediakan atau digoreng per satu hari setengah sebanyak 100 kg atau lebih, dengan harga antara Rp. 40.000 – Rp. 60.000 tergantung dari varian rasanya.

Pengolahan terlihat sudah menggunakan mesin sederhana, sedangkan untuk pisang masih secara tradisional. Dari usaha yang ditekuninya, per hari bisa mendapatkan omset antara Rp. 2.000.000 – Rp.2.500.000 itu bila keadaan sepi seperti pandemi saat ini, namun bisa mencapai Rp.4.000.000 – Rp. 5.000.000 lebih apabila banyak pengunjung seperti dihari libur atau ada even-even tertentu di kota Banda  Aceh.

Menurut Ibu Fitria, untuk mendapatkan rasa yang renyah dan nikmat harus menggunakan bahan baku atau ubi pilihan, disortir sesuai dengan ukuran. Dirajang dan digoreng dengan minyak yang bersih di atas api yang panasnya terkontrol. Setelah matang, diletakkan pada wadah saringan agar minyaknya tidak melekat pada ubi. Lalu didiamkan agar dingin, baru dimasukan ke dalam plastik agar tetap renyah. “Saya tidak pernah menggunakan bahan kimia dalam bentuk apapun yang dapat merusak kesehatan, katanya menembahkan.

Dari berdagang pengnanan khas tersebut, ibu Fitria dan suaminya dapat menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah favorit di kota Banda Aceh, membangun rumah dan membeli tanah. “Kami bekerja keras tak mengenal lelah dalam menjalankan usaha,” tuturnya.

Kami juga menyediakan waktu luang untuk kumpul bersama dan mengunjungi tempat-tempat wisata, juga kegiatan sosial tetap kami jalani, katanya. Tempat usaha kami tutup setiap menjelang magrib, setelah itu kami buka kembali hingga tengah malam, terang ibu Fitria dengan bersahaja.

Keripik Saree yang renyah dan nikmat ini disajikan dalam kemasan plastik biasa yang ditempel nama usaha, belum dengan packing yang baik, sehingga tidak tahan lama. Tak jarang pelanggan yang datang dari luar Aceh bertanya apakah tidak ada bungkus yang lebih baik lagi?

Hal ini perlu perhatian dari pihak terkait untuk pembinaan dan menjadi fasilitator agar ada pihak-pihak yang mau bekerjasama atau menginvestasikan dananya dalam  menyediakan packing yang bagus sehingga dapat diiklankan melalui media sosial, elektronik atau cetak  bahkan mereknyapun  dapat dipatenkan.

Hampir seluruh pengusaha Keripik Saree di sepanjang lembah Seulawah tak ada satupun yang menggunakan mesin modern, yang ada hanya mesin sederhana. Padahal manajemen pengelolaan suatu usaha haruslah memenuhi 6 unsur dalam manajemen (Man, Money, Materials, Machines, Methods dan Market), harus adanya strategi pemasaran yang baik, apalagi di era revolusi 4.0 semua serba IT, perlahan-lahan proses penjualan tidak ada lagi bertemu secara langsung antara penjual dan pembeli, namun semua telah menggunakan media teknologi/medsos.

Harapan para penjual Keripik Saree, mereka tidak hanya menjual di tempat, tetapi juga dapat diiklankan dan didukung termasuk dengan packingnya sehingga dapat di jual ke luar daerah. Hal ini jelas merupakan peluang bagi pihak-pihak yang kreatif baik perorangan, lembaga pendidikan, pemerintah maupun swasta bahkan perbankan untuk mengembangkan potensi kuliner tradisional yang kini sedang berkembang.

Membawa oleh-oleh keripik Saree yang renyah, nikmat dan pedas untuk keluarga atau sahabat dalam kemasan yang baik adalah harapan pembeli. Ibaratnya membawa keranjang cinta berisikan keripik Saree dalam berbagai varian rasa yang terjamin kualitasnya dan tidak merusak kesehatan diri sendiri serta orang-orang tercinta. Saya juga senang berkesempatan  mencicipi seluruh varian rasa yang tersedia tak lupa juga membeli untuk keluarga tercinta sebagai Bungong Jaroe pulang dari Banda Aceh. (ed. Banyu)

Penulis: Chairul Bariah, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim Peusangan, Anggota FAMe Chapter Bireuen (chairulb06@gmail.com)

 

Exit mobile version