Polisi Diminta Bebaskan 5 Aktivis Politik di Pulau Haruku, Maluku

Polisi Diminta Bebaskan 5 Aktivis Politik di Pulau Haruku, Maluku. (Foto Dok. Istimewa)
Polisi Diminta Bebaskan 5 Aktivis Politik di Pulau Haruku, Maluku. (Ilustrasi/Foto Dok. Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kepolisian Daerah Maluku didesak untuk segera membebaskan 5 aktivis politik yang ditangkap dan ditahan di Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Selatan. Penangkapan 5 aktivis ini semula dilakukan setelah mereka memasang bendera Benang Raja, simbol kemerdekaan Republik Maluku Selatan (RMS) di sebuah rumah.

Peneliti senior dari Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat dalam keterangan tertulisnya mendesak pihak kepolisian segera membebaskan 5 orang tersebut tanpa syarat. Salah satu aktivis yang ditangkap polisi adalah seorang pensiunan guru berusia 80 tahun yang bernama Izak Siahaja. Ia ditangkapa pada Sabtu 29 Juni 2019.

“Hingga hari ini mereka masih ditahan dan telah ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan ingin melakukan makar hanya karena memasang bendera RMS di dalam sebuah ruangan di rumah milik Izak,” ujar Papang Hidayat, Selasa (2/7/2019).

Baca Juga:
ILUNI UI: Penangkapan Aktivis Harus Dilawan
Penangkapan Robet Dinilai Untuk Menimbulkan Ketakutan Kebebasan Berekspresi
Aktivis 98: Reformasi Telah Mati dan Negara Diambang Krisis

Sementara keempat aktivis lainnya adalah istri Izak Vely Siahaja atau Werinussa yang merupakan seorang pendeta berusia 70 tahun. Kemudian Marcus Noja (42), Harjohn Noja (34) dan Basten Noja (30). Mereka semua terancam pidana makar di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP.

“Memasang bendera untuk menunjukkan ekspresi politik bukanlah merupakan sebuah bentuk kejahatan. Terlebih yang terjadi pada para aktivis politik yang melakukan aksinya dengan damai, termasuk mereka yang mendukung kemerdekaan, memiliki hak menyatakan pandangan politik mereka,” ungkapnya.

“Polisi harus segera dan tanpa syarat membebaskan mereka dan menjamin kebebasan berekspresi bagi orang-orang yang ada di Maluku,” tegas Papang Hidayat.

Menurut informasi yang berhasil diperoleh Amnesty International Indonesia, ke-5  tersangka tersebut ditahan di Polres Ambon dan Pulau-Pulau Lease tanpa didampingi pengacara.

Amnesty International menganggap 5 aktivis politik Maluku tersebut sebagai para tahanan hati nurani (prisoners of conscience) yang dipenjarakan semata-mata karena mengekspresikan pandangan politik mereka dengan jalan damai.

“Oleh karenanya mereka harus segera dibebaskan tanpa syarat,” tandasnya.

Pewarta: Romandhon

Exit mobile version