NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02% hasil kerja sama antara Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani paling banyak dikontribusi oleh sektor konsumsi.
Menurut Heri, sebetulnya pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh di atas 5% jika pemerintah mampu meningkatkan rasio investasi yang saat ini masih berada di kisaran 32% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di samping isu substantif masalah kepastian hukum.
“Selama ini, pertumbuhan ekonomi masih didorong oleh konsumsi domestik yang kontribusinya mampu menembus 56% dari total PDB. Dari situ, dapat dibaca bahwa salah satu kunci pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Makin banyak investasi yang masuk, maka ekonomi produktif bisa berputar yang mampu menghasilkan lapangan pekerjaan,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Minggu (26/3/2014).
Namun, Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, tentunya investasi yang masuk itu juga harus tepat dan distribusinya pun juga harus benar. Dari data yang ada, menurut Heri, pada tahun 2016 lalu, realisasi investasi asing secara sektoral masih didominasi oleh Sektor Perindustrian yakni 78,97%, kemudian diikuti oleh Sektor Keuangan sebesar 5,50%. Sedangkan untuk sektor produktif seperti pertanian, perkebunan dan kelautan masih sangat rendah yaitu di bawah 5%. Padahal, sektor pertanian, perkebunan dan kelautan adalah sektor andalan dengan serapan tenaga kerja mayoritas.
“Yang tidak kalah penting adalah perhatian serius pemerintah pada soal ketimpangan wilayah investasi antara Jawa dan Luar Jawa. Data per September 2016, realisasi investasi masih terpusat di Jawa meskipun investasi di luar Pulau Jawa sedikit meningkat yaitu menjadi sebesar Rp203,2 triliun,” ujarnya.
Dalam rangka menopang investasi untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Heri menuturkan, maka pemerintah dalam hal ini Menko Perekonomian dan Menkeu perlu memperhatikan rasio tabungan terhadap PDB yang berada di level 34%, ini adalah salah satu cara untuk menopang kebutuhan investasi. “Tapi, yang diperlukan sekarang adalah bukan sekadar angka-angka di kertas. Tapi eksekusi bagaimana? Bagaimana mungkin orang bisa nabung sedang untuk belanja saja sulit?,” katanya penuh tanya.
Oleh sebab itu, Heri menjelaskan, dalam soal rendahnya capaian pertumbuhan ekonomi dan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi ke depan, pemerintah dalam hal ini Menko Perekonomian dan Menkeu perlu memperhatikan sejumlah hal, diantaranya Pertama, pemerintah harus berani mengubah model pertumbuhan konsumtif ke model pertumbuhan produktif. Dalam mencapai itu, pemerintah perlu meningkatkan rasio investasi yang saat ini baru di kisaran 32% terhadap PDB.
“Kedua, investasi yang masuk harusnya tepat sasaran. Saat ini, realisasi investasi di sektor produktif seperti pertanian-perkebunan-kehutanan-kelautan masih terbilang kecil. Padahal, sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 50%,” ungkapnya.
Ketiga, lanjut Heri, pemerintah harus serius mengatasi masalah investasi seperti penyederhanaan izin dan fasilitasi penyelesaian permasalahan yang dihadapi investor. Itu harus menjadi fokus pemerintah baik di pusat dan di daerah. Koordinasi dan sinergi yang baik antara pusat dan daerah harus terbangun dengan baik. Masih banyak daerah-daerah yang belum mengadopsi langkah-langkah debirokratisasi di pusat.
“Keempat, pemerintah seharusnya dapat memanfaatkan program amnesty pajak yang sedang dijalankan untuk dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan investasi, terutama untuk sektor-sektor produktif yang riil khususnya di luar Jawa,” katanya.
Kelima, Heri menambahkan, pemerintah jangan hanya mengejar pertumbuhan yang tinggi, tapi juga harus melihat dampak pertumbuhan tersebut terhadap pengangguran, kemiskinan, dan peningkatan kebutuhan dasar. Tidak ada gunanya tumbuh diatas 5% jika hanya menciptakan ketimpangan. (DM)
Editor: Achmad Sulaiman