NUSANTARANEWS.CO – Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, mengungkapkan bahwa pengangkatan Arcandra Tahar sebagai Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) di tengah masih belum sepenuhnya tuntas persoalan peneguhan kewarganegaraan Indonesianya tentu sangat mengecewakan.
Padahal, menurut Bayu, mekanisme peneguhan bagi seseorang yang pernah kehilangan status Warga Negara Indonesia (WNI) tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan, dan hal ini tentu menimbulkan kesan bahwa Presiden dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) tengah melakukan pelanggaran UU Kewarganegaraan secara berjamaah.
“Sikap Presiden ini malah justru membenarkan keputusan Menteri Hukum soal peneguhan status WNI Arcandra Tahar dan tidak melakukan koreksi atas keputusan peneguhan tersebut,” ungkapnya seperti dikutip dari siaran pers, Jakarta, Sabtu (15/10).
Bayu mengatakan, meskipun Presiden mempunyai hak prerogatif dalam hal-hal tertentu seperti mengangkat Menteri/Wamen, tetapi Presiden juga mempunyai kewajiban hukum untuk mentaati peraturan perundang-undangan termasuk UU Kewarganegaraan, hal ini sesuai dengan sumpah Presiden/Wakil Presiden yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Pasal ini menyatakan bahwa Presiden/Wakil Presiden memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, sehingga atas dasar sumpah tersebut Presiden tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tuntutan legalitas yang menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujarnya.
Baca Juga : Soal Menteri dan Wamen ESDM, Ketua Komisi VII DPR 5 Kali Gagal Paham
Sikap Presiden yang terkesan memaksakan Arcandra Tahar untuk menduduki jabatan publik di tengah digugatnya Keputusan peneguhannya sebagai WNI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh sejumlah pihak, dan andaikata keputusan peneguhan Arcandra Tahar sebagai WNI dibatalkan oleh PTUN, menurut Bayu, maka hal ini rawan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Padahal, lanjutnya, ketentuan UU Kementerian tidak mensyaratkan Wamen harus diangkat dan dilantik secara bersamaan dengan Menterinya.
“Sehingga demi kepastian hukum dan kemanfaatan, seharusnya Presiden bisa bijak menunggu proses hukum di PTUN selesai dan mempunyai kekuatan hukum terlebih dahulu,” kata Bayu.
Bayu juga menambahkan, dalam mengangkat seseorang menjadi pejabat publik sebenarnya bukan hanya sekedar aspek legalitas, melainkan juga perlu mempertimbangkan aspek integritasnya. Dimana syarat seorang pejabat publik adalah memiliki integritas yang baik dan tidak tercela.
“Tentu publik jadi bertanya-tanya tentang cara Presiden menilai aspek integritas ini, yaitu apakah seseorang yang tidak jujur menerangkan tentang status warga negara AS yang pernah dimilikinya kepada Presiden dan masyarakat luas saat diangkat menjadi Menteri ESDM beberapa waktu lalu masih dapat dikatakan memenuhi kriteria berintegritas dan tidak tercela?,” ujar Bayu mempertanyakan. (Deni)