NusantaraNews.co, Jakarta – Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan Suripto menegaskan di hadapan ulama, tokoh dan aktifis Islam Tanah Abang bahwa umat Islam tidak cukup hanya dengan melaksanakan amar ma’ruf saja. Menurutnya, antara amar ma’ruf dam nahi mungkar mesti sama-sama diamalkan.
“Apalagi di tengah kondisi seperti saat ini, di mana kondisi saat ini mirip dengan kondisi di awal-awal kelahiran orde baru atau ORBA. Ummat Islam diliputi suasana Islamophobia. Banyak yang mengakui ke-Islamannya secara ragu-ragu atau tidak berani secara terang-terangan,” terang Suripto, akhir pekan lalu.
Pada awal kelahiran Orba, kata Suripto, ada pusat pemikiran yang dibangun oleh Pater Beik yang menyebarkan Islamophobia di kalangan sipil dan militer. Sehingga muncullah peristiwa Lampung, Majalengka, Tanjung Priok dll pada tahun 1980-an sehingga semakin memperkuat stempel bahwa Islam itu identik dengan teroris yang akan membuat negara Islam melalui DI/TII.
“Dampak dari skenario tersebut sangat dirasakan oleh ummat Islam,” tegasnya.
Kemudian, lanjutnya, dicetuskan asas tunggal (astung) sehingga didirikanlah Laboratorium Pancasila, BP7 yang berkantor di Pejambon dan lain sebagainya.
“Inipun mirip dengan situasi saat ini, hanya saja menggunakan istilah-istilah yang bebeda. Stempel yang dilekatkan kepada ummat Islam menggunakan kata-kata: radikalisme, terorisme, intoleran dll sehingga masyarakat awam menjadi takut,” hemat dia.
Suripto menambahkan, orang-orang juga jadi semakin berani melecehkan Islam.
“Situasi semakin memuncak dengan adanya kasus Ahok. Peristiwa kerusuhan di tahanan Mako Brimob juga konon disulut oleh isu pelecehan terhadap Al Quran. Kolom agama di KTP juga kini bisa diisi dengan aliran kepercayaan,” katanya.
Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman