Penelitian: Negara-negara Religius Cenderung Lemah Mencerna Matematika

Aksi Damai 212/Ilustrasi Foto Istimewa

Aksi Damai 212 tahun 2016 (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO – Sebuah penelitian menemukan bahwa siswa-siswa yang berada di negara-negara agamanya kuat dinilai cenderung lebih buruk mencerna ilmu pengetahuan dan matematika dibadingkan siswa-siswa yang agnostik (ateis).

Pemimpin utama studi, Profesor Gijsbert Stoet seperti dikutip Independent mengungkapkan hasil penelitian terkait masalah ini. “Negara-negara yang lebih religius skornya lebih rendah dalam kinerja pendidikan,” kata Stoet.

Stoet menyarankan agar pemerintah meningkatkan standar pendidikan dan standar hidup dengan cara sedikit menjauhkan agama dari sekolah dan tidak memasukkan ke dalam kebijakan pendidikan.

Para akademisi di Leeds Beckett University dan University of Missouri menemukan ada korelasi negatif antara waktu yang dihabiskan untuk pendidikan agama di sekolah-sekolah menengan dan kinerja secara keseluruhan.

Temuan mereka, yang diterbitkan dalam jurnal Intelligence, peringkat 82 negara dengan “skor religiusitas” mereka pada skala nol sampai 10 dan melihat database dari satu dekade terakhir untuk menilai kinerja akademik.

Peringkat itu menempatkan Republik Ceko, Jepang, Estonia, Swedia dan Norwegia sebagai yang paling sekuler dalam hal religiusitas di sekolah. Britania Raya berada di urutan ke-14.

Sementara itu, Jordan, Yaman, Mesir, Indonesia dan Qatar ditemukan menjadi negara yang paling religius.

Data gabungan Profesor Stoet dan Dr David Geary berdasarkan Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)  untuk menilai skor kinerja pendidikan. Gabungan data ini kemudian mengukur religiusitas menggunakan World Values Survey dan the European Social Survey.

Temuan mereka menyarankan siswa di negara-negara religiusitas yang tinggi dapat skor rendah pada hasil ilmu pengetahuan karena ketidakcocokan antara evolusi dan kepercayaan yang bersifat tradisional.

Profesor Stoet menjelaskan Arab Saudi peringkat ke-72 untuk religiusitas tetapi dengan skor Matematika dari -1,8 pada tahun 2004, sebagai contoh.

Gulf kingdom tidak berjuang melalui konflik sipil dan membanggakan pendidikan gratis, tetapi mencurahkan jam setiap minggu untuk pendidikan berbasis agama.

Namun begitu, profesor Stoet meminta siswa tetap belajar agama dan menenakankan bahwa agama bukanlah penyebab langsung. Ia percayasekolah masih harus mengajar agama dan melihat manfaat dalam cerita Alkitab yang diajarkan. Tapi, hanya menyarankan agar waktu belajar tidak boleh dikhususkan hanya untuk mengajar tentang cara mempraktekkan iman.

“Saya pribadi berpikir bahwa sekolah harus sekuler karena kita melihat ada hubungan antara agama dan pendidikan dan saya pikir itu akan menjadi manfaat bagi sistem sekolah untuk membebaskan waktu mereka untuk berkonsentrasi pada ilmu pengetahuan dan matematika,” kata Profesor Stoet yang menyatakan dirinya ateis dari Belanda.

“Sekolah harus mengajarkan tentang agama tapi saya tidak berpikir mereka harus mengajar masalah iman,” ucap dia.

Terakhir, profesor Stoet mengatakan meskipun penelitian ini menemukan data demikian diakuinya masih perlu kajian lebih lanjut dan tepat. Karena, penelitian yang diungkapkannya lebih mengambil pendekatan sekuler untuk pendidikan dan kebijakan pendidikan.

Penulis: Eriec Dieda

Exit mobile version