NUSANTARANEWS.CO – Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, meminta kepada Pemerintah untuk terus menghadirkan postur fiskal yang kredibel. Pasalnya, jika melihat realisasi fiskal sepanjang 2016 lalu, maka diperkirakan defisit akan meningkat menjadi 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Hal itu, menurut Heri, harus dilakukan secara nyata, jangan sampai hanya sebatas wacana dan kenyataannya tidak terbukti. Heri pun menjelaskan, Pemerintah harus segera melakukan langkah-langkah strategis dalam menanggapi hal ini.
“Pertama, mengevaluasi efektifitas defisit APBN yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal ekspansif. Idealnya, ekspansi fiskal harus berdampak pada peningkatan produktifitas yang diantaranya harus tercermin pada peningkatan penerimaan negara dan menurunnya pembiayaan defisit ke depan. Jangan sampai yang terjadi, defisit keseimbangan primer justru semakin membengkak,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Rabu (04/01/17).
Kedua, lanjut Politisi dari Partai Gerindra itu, pemerintah harus tegas menetapkan kriteria atau prasyarat suatu program atau proyek yang boleh dibiayai dengan utang. Di samping untuk menjamin keefektifan dalam meningkatkan produktifitas, juga harus mampu mengembalikan beban bunga dan cicilan utang.
“Ketiga, pemerintah perlu mengembangkan berbagai strategi alternatif pembiayaan guna tetap menjaga kesinambungan fiskal. Jangan sampai terus bergantung pada SBN dan instrumen utang lainnya yang proposirnya mencapai 98% dari total pembiayaan defisit. Jika pemerintah terus-menerus menumpuk utang, maka hasilnya rasio total utang pemerintah akan terus meningkat yang ujungnya akan menjadi beban fiskal pada tahun-tahun selanjutnya. Jangan sampai gali lubang, tutup lubang,” ujar Heri.
Kemudian yang Keempat, Heri menyebutkan, pemerintah juga harus mengontrol membengkaknya SBN yang dominan dimiliki asing. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah adanya pembalikan dana dalam jumlah besar secara tiba-tiba yang sudah pasti akan memberikan goncangan terhadal keuangan nasional.
“Kelima, utang harus diarahkan untuk sektor produktif. Hingga saat ini, alokasi utang masih terkonsentrasi pada sektor jasa-jasa, persewaan dan jasa keuangan serta properti. Mestinya, lebih diprioritaskan untuk sektor produktif, seperti pertanian, industri pengolahan, maupun transportasi dan komunikasi yang memiliki multiplier lebih besar,” katanya.
Yang terakhir, Heri menambahkan, Pemerintah juga perlu memitigasi aktivitas lazy banking yang hanya menaruh dananya di instrumen SBN yang menyebabkan likuiditas semakin sempit dan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi riil semakin lemah. (Deni)