Pelaku Makar; Jual Wilayah Kepada China Lewat Reklamasi

Reklamasi Untuk China/Foto Spanduk/nusantaranews

Reklamasi Untuk China/Foto Spanduk/nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Mengacu pada Undang-Undang KUHP Pasal 111 tentang kejahatan terhadap Keamanan Negara dengan menggunakan teori proxy war setidaknya ada lima kelompok orang yang dapat dikategorikan makar. Hal ini dijelaskan Peneliti Pusat Kajian Ekonomi dan Politik Universitas Bung Karno Salamuddin Daeng menyebut bahwa pelaku makar yang sebenarnya di Indonesia saat ini ada lima jenis karakteristiknya.

“Mereka semua patut diduga sebagai pelaku makar yang paling keji! Pertama, yang melakukan amandemen UUD 1945. Karena mereka terbukti bekerjasama dengan asing dan didanai asing untuk melakukan perubahan UUD 1945,” kata Daeng dalam keterangan yang diterima redaksi Jum’at (5/5/2017) di Jakarta.

Kedua, kelompok jenis orang pelaku makar adalah mereka yang membuat ratusan UU pada era reformasi dengan sponsor dana asing. “Yakni seluruh UU yang berkaitan dengan sumber daya alam, UU yang berkaitan dengan moneter dan UU sektor keuangan serta UU otonomi daerah, politik dan keamanan,” sambungnya.

Lebih lanjut, ciri pelaku makar ketiga merupakan sekumpulan orang yang menyerahkan seluruh barang publik dan infrastruktur seperti tol, pelabuhan, bandara, kereta cepat, kepada asing dengan dana hutang. Menurutnya, infrastruktur akan menjadi pintu masuk bagi operasi asing di Indonesia, infrastruktur seharusnya dikuasai penuh oleh negara.

Tindakan makar keempat adalah mereka yang menjual wilayah/tanah Indonesia kepada RRC (Cina) melalui proyek reklamasi, bisnis properti, dan bentuk penggadaian kepada asing untuk mendapatkan hutang. “Proyek semacam itu akan mempermudah asing melakukan invasi ekonomi dan politik ke Indonensia,” terang Daeng.

Terakhir, kata Salamuddin Daeng yakni LSM-LSM yang menerima dana asing yang bahkan menyatakan permusuhan kepada pemerintah bisa ditangkap dengan pasal-pasal makar. “Untuk itu, maka bisa disimpulkan, tuntutan kembali ke UUD 1945 asli bukan makar tapi suatu sikap kejuangan melawan para penghianat bangsa. Dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) bab I tentang kejahatan terhadap Keamanan Negara, Pasal 111 tertulis jelas barang siapa mengadakan hubungan dengan negara asing dengan maksud menggerakkannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara, memperkuat niat mereka, menjanjikan bantuan atau membantu mempersiapkan mereka untuk melakukan perbuatan permufakatan atau perang terhadap negara, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun,” pungkasnya.

Pewarta: Romandhon

Exit mobile version