Pansus Hak Angket KPK Disarankan Panggil Budi Gunawan

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita/Foto Istimewa/Nusantaranews

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita/Foto Istimewa/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita menyarankan agar pansus hak angket DPR RI terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Pol) Budi Gunawan dan Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo untuk mengklarifikasi proses riksa dan status tersangka di lembaga antirasuah.

“Pansus angket KPK juga harus memanggil Menteri PAN untuk status pegawai KPK,” ujar Romli dikutip dari akun twitternya @rajasundawiwaha, Jakarta, Senin (3/7/2017).

Hal tersebut lantaran diduga sudah terjadi sejumlah penyimpangan terhadap Undang-undang KPK. Pertama ada 36 tersangka yang ditetapkan oleh KPK, namun KPK memiliki bukti yang kurang cukup untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Sementara disatu sisi KPK tidak bisa melakukan SP3, sehingga kasusnya menjadi mangkrak.

Kemudian yang kedua terkait alokasi dana untuk jaringan komunitas anti korupsi koalisi LSM dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).

“Ketiga dana hibah transfer langsung ke rekening koalisi LSM tanpa via rekening KPK melanggar Undang-undang Hibah dn UU Keuneg (Keuangan Negara) dang UU kelola dan tanggung jawab Keuneg,” ujar Romli dikutip dari akun twitternya @rajasundawiwaha, Jakarta, Senin, (3/7/2017).

Yang keempat dugaan status pegawai KPK yang menyimpang dari Undang-undang ASN (Aparatur Sipil Negara). Kelima standar manajemen perkara tindak lidana korupsi yang dianggap belum memiliki Standar Operasional Prosedure (SOP) yang akuntabel termasuk SOP penyadapan.

“Ada fakta lainnya yang akan diungkap dalam sidang pansus angket,” kata Romli.

Romli mengaku tidak ada niatan sama sekali untuk membubarkan KPK, menurutnya yang ada hanya mengoreksi KPK agar kembali ke khittah KPK dibentuk yaitu penguatan fungsi trigger mechanism, memperkuat fungsi preventif, negara tidak dirugikan karena pemberantasan korupsi.

“Dan uang dapat optimal diselamatkan sehingga subsidi untuk kesehatan dan pendidikan,” pungkasnya.

Sebagai informasi hak angket DPR RI ini bermula dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam persidangan, penyidik KPK, Novel Baswedan, yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.

Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK. Melalui pansus hak angket, Komisi III ingin rekaman pemeriksaan Miryam di KPK diputar secara terbuka serta beberapa hal lainnya.

Miryam sendiri yang kini sedang ditahan oleh KPK telah dijadwalkan untuk diperiksa, namun KPK tak mengijinkan Miryam untuk memenuhi panggilan tersebut. Alasannya hak angket yang dibuat oleh DPR RI cacat hukum, maka secara otomatis seluruh tindak tanduk yang dilakukannya pun melanggar hukum.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Romandhon

Exit mobile version