Pamflet Masa Genting – Puisi Wiempie Satria Nusantara

Pawang pun Kesurupan | lukisan Joko Pekik
Pawang pun Kesurupan | lukisan Joko Pekik

Kalimat Adalah Bukan Aturan

Tak berfungsi bila itu satu
Baik itu sandal jepit ataupun sepatu
Tidak juga berfungsi bila itu kiri atau kanan semua
Karena tidak seimbang dan juga tidak sempurna

Selalu berpasang-pasangan
Sekalipun itu kebaikan dan keburukan
Selamanya tidaklah akan dapat dipisahkan
Karena itu adalah bagian dari kesempurnaan

Yang ditentukanNya
Karena persetujuanNya
Dan juga atas kehendakNya
Sebagai alat penyempurna kehidupan manusia.

Dimana pasangan adalah bagian kesempuraan kehidupan
Dengan wujud kesombongan dan keinginan
Penghias sepanjang waktu perjalanan
Dengan harapan tahta dan pujian-pujian.

Sehingga manusia lupa siapa dirinya
Lupa kodratnya
Lupa alat kesempurnaan yang ada di antaranya
Dan hanya merasa dirinyalah sempurna.

Dengan harap penilain dan pujian baginya
Dengan meninggalkan kesadarannya
Yang juga tak jarang manusia melampaui batasannya
Meninggikan aturan dan merendahkan kekuatan jiwanya.

Namun pilihan adalah ada pada kita manusia
Bukan ketentuanNya
Karena pengendali keselamatan diri adalah kita
Bukan atas permintaan atau pemberianNya

Padi tak akan tumbuh dari tangkai kamboja
Singa tak akan lahir dari serigala
Begitu juga cinta
Yang pasti tak akan ada karena dusta.

Janganlah kita pandai beretorika
Janganlah kita merendahkan jiwa kita
Setinggi apapun kedudukan kita tetaplah pasti sia-sia
Bila kita merendahkan jiwa kita.

Baik hari ini dan sampai nanti
Mulailah mengenali jiwa yang sejati
Yang tak akan pernah dapat mati
Sekalipun ragamu dicaci maki ataupun terbakar api.

Beranikanlah dirimu berjanji
Untuk mulai mengabdi kepada jiwa yang sejati
Sekalipun bukan pujian yang akan kalian dapatkan
Namun kemenangan adalah pasti bagian dari hak kalian.

Rangkaian kalimat hanyalah sekedar pengingat bukan aturan
Bukan untuk mendapat penilaian
Bukan juga untuk ditinggikan
Karena ada yang harus lebih diutamakan.

Purwokerto 14 April 2017
Tua Sia Sia

Mentaripun telah bersinar kembali
Tanda aktifitas akan kembali dimulai
Hangat mentaripun memacu bahagia hati
Hingga tiada pantas bila kita tidak mensyukiri.

Petani pasti telah beranjak pergi
Memulai aktifitasnya bertani
Nelayanpun pasti sudah mulai menepi
Karena pagi adalah justru waktu mereka kembali.

Aktifitas kita adalah upaya kita
Upaya adalah pengisi ruang waktu usia
Yang ada kalanya membuat senang ataupun kecewa
Di setiap upaya yang itu hanyalah kehendak kita.

Manusia adalah kita yang pandai bahagia
Yang tidak bahagia adalah hanya wujudnya
Yang seakan berwujud manusia
Sedang bukan untuk kejiwaannya.

Mentari adalah bagai keberadaan kita
Yang berbatas waktu atau berkala
Redup di kala senja
Tua di kala banyak usia.

Mentari pasti tak akan nampak lagi
Sebelum ayam berkokok tanda pagi
Manusia pasti tak akan ada lagi
Bila tidak dilahirkan kembali.

Namun apakah itu kehendak kita
Pastilah bukan jawabannya
Karena selamanya hanya upayalah kehendak kita
Bukan penentu ataupun penguasa.

Mari nikmati selagi berusia
Syukurilah selagi waktu masih ada
Jangan buat sia sia keberadaan kita
Dengan menempatkan diri diruang tunggu binasa.

Buatlah hidup kita lebih berarti
Menjadi yang berani
Mengabdi kepada yg hakiki
Yang tidak pernah mati sekalipun kita mati.

Mengapa kita harus tersiksa
Karena hianti jiwa dan keberadaanNya
Mengapa kita ingin binasa di neraka
Bila kita bisa berusaha menjadi penghuni surga.

Jawa Tengah 16 April 2017

Wiempie Satria Nusantara, penulis puisi-puisi kritik terhadap segenap kesenjangan dan ketidakadilan di negeri ini. Sudah menerbitkan buku puisi tunggal. Beberapa puisi sering dibacakan diberbagai acara.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com.

Exit mobile version