NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dalam Munas Alim Ulama & Konbes NU yang rencananya akan digelar 23 November 2017 mendatang di Kota Mataram, NTB, membicarakan masalah-masalah keagamaan menyangkut kehidupan umat dan bangsa. Sebagai forum bahtsul masail akbar, Munas Alim Ulama membagi pembahasan masalah-masalah keagamaan ke dalam tiga kategori.
Antara lain kategori Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Waqi’iyyah (Pembahasan masalah-masalah keagamaan aktual), Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Maudlu’iyyah (Pembahasan masalah-masalah keagamaan tematik), dan Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Qonuniyyah (Pembahasan masalah-masalah keagamaan berkaitan dengan perundang-undangan).
Terkait Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Waqi’iyyah, Ketua PBNU Said Aqil Siroj menjelaskan misalnya terkait Investasi dana haji untuk proyek infrastruktur. Dana haji adalah dana setoran jamaah haji yang sudah diniatkan untuk ibadah haji.
“Dana ini disimpan dalam rekening Kementerian Agama. Belakangan muncul wacana untuk mentasharufkan (menginvestasikan) dana tersebut untuk hal-hal produktif, antara lain seperti pembangunan infrastruktur,” ungkap Said Aqil, Jum’at (22/9/2017).
Selanjutnya juga mengkaji terkait penggunaan frekuensi untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam dunia penyiaran, frekuensi adalah aset milik publik yang jumlahnya terbatas. “Karenanya harus dilindungi penggunaannya,” sambungnya.
Sementara untuk Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Maudlu’iyyah, PBNU akan membahas mengenai ujaran kebencian dalam berdakwah. “Di era digital saat ini, ujaran kebencian dan banyak konten negatif lainnya begitu mudah direproduksi oleh masyarakat. Implikasinya ujaran kebencian kadang masuk juga di panggung-panggung dakwah,” kata Kyai Said.
Selain itu juga akan membahas Islam dan penyandang disabilitas. UU sudah mengamanatkan bahwa ruang-ruang publik harus accesable terhadap penyandang disabilitas. Problemnya, masih banyak ruang-ruang publik keagamaan utamanya yang masih belum ramah penyandang disabilitas. “Tempat ibadah misalnya, masih banyak yang belum menyediakan sarana khusus untuk kelompok masyarakat berkebutuhan khusus ini,” terangnya.
Sedangkan Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Qonuniyyah akan mengkaji masalah RUU Etika Berbangsa dan Bernegara. Etika berbangsa dan bernegara berasal dari nilai-nilai luhur budaya bangsa. Ini tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Kyai Said, dibutuhkan rumusan tentang pokok-pokok etika kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai acuan seluruh bangsa Indonesia. Ini dinilai penting dalam kerangka meningkatkan mutu kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terkait RUU KUHP. NU berpendapat, pembangunan hukum pidana nasional harus terus dilakukan. Dalam hal ini, pembahasan mengenai konsep KUHP yang baru yang lebih konprehensif, penting untuk terus didorong. Terlebih KUHP warisan kolonial yang kita terapkan saat ini sudah tidak lagi dapat menjawab kompleksitas permasalahan hukum yang ada di Indonesia.
Pun demikian dengan RUU Anti Terorisme. “Sudah sering didiskusikan bahwa UU Anti Terorisme kita yang ada saat ini belum dapat secara efektif menyikapi ancaman terorisme. Padahal berbagai indikasi dan ancaman terorisme sudah bisa dideteksi jauh hari. Aturan undang-undang seringkali membatasi gerak langkah aparat untuk melakukan pencegahan dini,” katanya.
Pewarta/Editor: Romandhon