Neocortex Khilafat vs Lid Tajalli Said Aqil Sirodj

Djoko Edhi Abdurrahman. Foto: Flickr (Istimewa)

Djoko Edhi Abdurrahman. Foto: Flickr (Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO – Neocortex Khilafat vs Lid Tajalli Said Aqil Sirodj. Akhir dari perjuangan panjang Kang Said succesfull. Yaitu, menutup eksistensi HTI. Perppu Nomor 2/2007, resmi menerbitkan pembubaran HTI, diumumkan Dirjen. Orang satu-satunya, yang berjuang keras bertahun, mempertahankan Pancasila dan NKRI Harga Mati, ialah Kang Said — KH Prof Said Aqil Sirodj, Ketua Umum PBNU yang, taruh saya di Lembaga Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU, berkelahi soal ideologi Khilafah dengan HTI, sejak budaya arabnya hingga kontennya dan membranding argunya di kalangan NU. Cukup lama waktu yang saya butuhkan untuk memahami pikiran kontrovesial itu, di antara pusaran politik praktis pilpres sejak sebelum Muktamar NU Denanyar. Yaitu kini nyata: Perppu Anti Pancasila benar-benar terbit.

Lid Tajalli Kebangsaan

Kaum sufi mengenalkan lid tajalli, diajarkan Kang Said ke saya di pengajian eksklusif di tempat kerjanya. Itu tingkat tasawwuf tertinggi ke Ars. Bagaimana lid tajalli ke bangsa? Horizontal. Saya coba menuliskan pikiran itu.

Pancasila dan NKRI itu lid tajalli ke bangsa. Bangsa adalah declaration of independence, yaitu naskah Proklamasi 17 Agustus 1945. “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.. Atas nama Bangsa Indonesia. Soekarno Hatta”. Menurut Smith, mengutip DR Syahganda Nainggolan, bangsa adalah kesatuan politik karena relegiositas, teritorial, civic relationship (2016). Jadi sudah benar pikiran Kang Said dari teorema Smith.

Declaration of Independence sendiri hanya dua: (i) menyatakan rakyat Amerika melepaskan diri dari Kerajaan Inggris, dan (ii) menyatakan diri merdeka. Sejak ini mereka menyebut diri bangsa Anglo Saxon yang tadinya bangsa Inggris. Sama persis dengan naskah Proklamasi. Itu satu.

Doktrin HTI vs Doktrin NU

Kedua, hubbul wathon minal iman. Nasionalisme adalah iman. Ini jargon, bukan hadits. Diciptakan oleh penghulu Nahdlatul Ulama, KH. Wahab Chasbullah, dari rangkaian Fatwa Jihad dari KH Hasyim Asyari untuk mempertahankan kemerdekaan dalam perang Surabaya. Warfare Doctrine, dikirab besar-besaran oleh Hari Santri Nasional rezim Kang Said. Khilafah yang diusung HTI langsung menabrak doktrin itu. Kedua doktrin bertanding. Sukar memahami ini, masuk ke ruang fiqih madzhab negara, dan NU memakai Al Mawardi, asal muasal Islam Moderat, antinomi Al Maudhudi yang dipakai HTI.

Ketiga, the Bill of Rights, berisi 10 hak rakyat Amerika. Padanannya adalah Preambule atau Mukaddimah UUD 1945. Pada alinea ke 4 ialah Pancasila. Subtansinya adalah hak-hak rakyat. Pancasila adalah the Bill of Rights, adalah hak rakyat. Bukan hak negara. Jadi, mencari Pancasila, jangan ke P4 atau BP7, tapi di Preambule. Cari di Bill of Rights.

Kalau kini muncul PIP yang dipimpin Yudi Latif, itu hanya penyedia instrumen penafsir Pancasila. The Bill of Rights tak boleh diubah. Bahkan ketika MPR mengamandemen UUD 1945 menjadi UUD 2002, tak berani mengubah Preambule. Isinya adalah cita-cita luhur bangsa. Philosofie Grondslag.

Khilafah HTI langsung menggusur The Bill of Rights. Crash. Ada banyak Pancasila. Yang sah menurut HTN (sosiologis, yuridis, filosofis), yang di The Bill of Rights itu. Yang tak boleh diubah itu!

Pancasila di the Bill of Rights itu yang absah menurut azas legalitas dan positivisme yuridis. Yaitu ketika hukum lahir ketika Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 (Indonesia Negara Hukum) diumumkan 18 Agustus 1945. Sebelum Pasal 1 Ayat 3 itu, hukum belum lahir, belum ada. Maka ketika Pancasila 1 Juni 1945 dibuatkan Keppresnya, itu akan mengubah the Bill of Rights.

Keempat, constitution. Contitutie. Ialah undang-undang dasar (fundamental rights). UUD 1945. Mengatur penerjemahan Declaration of Independence dan the Bill of Rights. Isinya dua: (i) HTN (hukum tata negara), dan (ii) HAN (hukum administrasi negara) menjadi tindakan. HTN diatur Pasal 4 UUD 1945 (Presiden adalah Kepala Negara), diurusi Sekretariat Negara, memakai logo burung garuda. HAN diatur Pasal 5 UUD 1945 (Presiden adalah Kepala Pemerintahan), diurusi Sekretaris Kabinet, memakai logo padi kapas. Karenanya perilaku presiden menjadi faktor determinasi diukur dari Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 tadi.

Tinggal tindakan penerbitan Perppu itu yang harus diuji di Mahkamah Konstitusi apakah sudah memenuhi Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 tadi. Jika HTI kalah, ia lenyap. Jika ia menang, kembali ke UU Ormas sebelumnya. Sudah benar cara yang disampaikan Jenderal Wiranto pada saat melaunching pembubaran HTI: melalui peradilan.

Perang Tanpa Darah

Namun, Perppu yang menghilangkan proses hukum, dapat dipahami, melampaui perdebatan azas contrarius actus. Dari tipologinya, serangan Khilafat HTI adalah perang neocortex (neocortex war), perang tanpa darah. Hukum positif tak cukup berdaya berhadapan dengan neocortex warfare. Jika berperkara, niscaya Pemerintah kalah.

Ideologi adalah neocortex. Tidak materiil. Sama dengan Pancasila, cita-cita luhur bangsa. Hukum pidana tak bisa mendakwa seseorang melanggar cita-cita luhur. Apa materiil cita-cita luhur? Tak ada. Yang bisa didakwa adalah niat jahat, atau mens rhea. Mencarinya bukan di perasaan dan atau pikiran. Tapi di actus rheus. Actus = acting = tindakan, rheus = rhea = jahat. Neocortex ada di pikiran dan perasaan. Yang dapat merasakan neocortex Khilafah, hanya perasaan dan pikiran lid tajalli hubbul wathon minal iman tadi, karena HTI tak melakukan mens rhea.

Di sini peran Kang Said. Kang Said lantas mengorganisir 14 ormas Islam. Terakhir diluncurkan usai Idul Fitri di PBNU. Saya hadir di forum itu, dan Marsudi Syuhud menjadi arsiteknya. Sebelumnya, Marsudi Syuhud mengorganisir rektorat perguruan tinggi untuk meratakan neocortex warfare menghadapi serangan Khilafah.

Tanpa Kang Said, tak ada memang yang mengurusi Pancasila dari serangan neocotex Khilafat. Tak ada toh. Cuma ia yang pasang badan. Kali ini on the right track, dan neocortex war masih sangat panjang karena ideologi tak bisa mati.

*Djoko Edhi Abdurrahman, Mantan Anggota Komisi Hukum DPR dan

Exit mobile version