Politik

Kembali HRW Ungkit PKI, PBNU: Diulang Lagi, Diulang Lagi!

Ketum PBNU Said Aqil Sirodj/Foto Romandhon/Nusantaranews
Ketua PBNU Said Aqil Sirodj/Foto Romandhon/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Direktur Human Right Watch (HRW) Divisi Asia, Phelim Kine dalam tulisannya Indonesia Again Silences 1965 Massacre Victims yang dimuat pada 7 Agustus 2017 di laman resminya, kembali mengungkit persoalan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dirinya menganggap bahwa Indonesia tak mau mengungkap pembantaian PKI tahun 1965.

Hal itu kata dia, lantaran beberapa pekan lalu, pihak polisi dan personel militer Indonesia memaksa membatalkan acara diskusi terkait kompenasi finansial bagi korban pembantaian 1965. Dirinya menyebut, pasukan keamanan Indonesia melakukan tindakan intimidasi terhadap panitia pelaksana dengan alasan izin. Phelim Kine menilai reaksi keras itu dianggapnya sebagai upaya untuk membebaskan mereka yang dianggap harus bertanggung jawab.

Menyikapi hal itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Sirodj (10/8) meresponnya tampak penuh sedikit kesal. Bahkan ada anggapan sengaja Human Right Watch mengulang-ulangnya. “Itu masalah lama. Cerita lama itu. Diulang-ulang lagi itu. Dan itu masalah usang banget. Diulang lagi, diulang lagi,” ujar Kiai Said, di Gedung PBNU, Jakarta Pusat.

Baca Juga:  Turun Gunung Ke Jatim, Ganjar Bakar Semangat Bongkar Kecurangan Pemilu

Sebelum kasus terbaru ini diangkat kembali oleh Phelim Kine, Human Right Watch sebelumnya tahun 2016 lalu juga pernah mengungkit masalah yang sama. Pada April 2016, pemerintah Indonesia sempat mendukung simposium untuk keluarga korban PKI selama dua hari. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala itu memerintahkan untuk menemukan kuburan massal korban pembantaian dan hendak melakukan rekonsiliasi.

Namun banyaknya tentangan dan kecaman publik di dalam negeri saat itu, membuat presiden Jokowi akhirnya mengurungkan niatnya. Sementara itu, Wakil Sekjend PBNU Abdul Mun’im DZ (25/5/2016) dengan tegas menentang niatan itu.

Ia berpandangan bahwa PKI tidak boleh muncul lagi di Indonesia. Sebab, dirinya yakin jika saat ini, PKI masih ada, sekalipun secara kuantitas relatif minor. Anggapan yang mengatakan PKI telah mati tidak dibenarkan Mu’im.

“PKI tidak boleh muncul lagi. perlu diketahui oleh publik bahwa PKI masih tetap ada sampai sekarang sekalipun kecil secara kuantitasnya. Tapi kita harus waspada dan tidak boleh mengabaikannya. PKI akan tetap berbahaya, walaupun organisasi sudah dilarang pemerintah sesuai dengan TAP MPR tapi masih harus tetap kita perhatikan dengan serius tahun 65 itu yang paling krusial pemberontakan dilakukan untuk yang kesekian kalinya,” ujar Mun’im.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

Lebih lanjut, Mun’im menjelaskan posisi dan peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam menumpaskan gerakan PKI. NU, kata dia tak mudah melawan PKI karena anggota organisasi terlarang tersebut tersebar di sejumlah posisi strategis di pemerintahan.

“NU tidak dimanfaatkan oleh tentara. Tentara muncul belakangan ketika penumpasan dilakukan oleh NU dan Banser. Karena tentara menunggu intruksi dulu baru bergerak. Dan jangan salah, dulu 1/3 dari tentara itu PKI. dan NU juga vis a vis dengan tentara yang PKI. Banyak dulu anggota TNI yang menjadi dewan konstituante, mayoritas TNI yang PKI itu kodim-kodim ya walaupun tidak semua tapi tentara juga ada yang PKI. Dan ini sebenarnya hanya permainan politik saja kok,” jelasnya.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 146