NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Jika Presiden hanya sebatas boneka kapitalis, maka bangsa, negara dan pemerintahan nya, hanya sebagai ajang pengabdian pada kepentingan kapitalis dan kaum pemilik modal semata. Parta politik, dan koalisi partai politik, adalah instrumen belaka sebagai syarat negara yang menganut paham drmokrasi sebagai prosedur.
Demikian ungkapkan pengamat politik Muslim Arbi memaknai kenyataan potitik nasional yang sedang berselewan setiap waktu di berbagai media, khususnya media Mainstream dewasa ini.
Dimana, kata dia, pers dan media mainstrem hanya menjadi alat sebagai pembenaran dan puja puji atas semua kebijakan rezim. Hukum dan Keadilan bisa saja menjadi jargon belaka, tapi pada faktanya kering bahkan nihil bagi pencari keadilan. Dan suara-suara kritis sebagai simbol demokratis pasti di bungkang dengan berbagai istrumen termasuk lahirnya perppu 2/17 dan Presiden Threshold (PT), 20 %?
“Lalu, apa artinya sebagai seorang presiden yang dipilih dan diamanahi undang-undang dan seperangkat kekuasaan yang di miliki, jika hanya sebagai boneka sebuah rezim kapital yang mensponrorinya sebagai penguasa dan akan tetap memeliharanya dan mempertahan kan dengan model-model pencitraan palsu dan murahana? Bukankah ini sebagai pertaruhan nasib bagi bangsa, negara, jika pemerintahatan, di kelola sebagai layaknya seorang boneka yang diremote, dari jarak dekat maupun jauh?,” ungkap Arbi kepada nusantaranews.co, Minggu, 6 Agustus 2017.
Menurut dia, ungkapan di atas, sangat patut dan pantas diajukan, jika sejumlah hal menganga dan membelalak mata, dalam tata kelola kekuasaan, terlihat abai terhadap sejumlah suara-suara dan protes-protes Rakyat. Bagaiaman mungkin seorang terpenjara dalam kasus Penghinaan Agama, setelah divonis 2 tahun, lalu ditahan di Mako Brimob, dan tidak ditahan di LP sebagaimana lazim sebuah pengadilan putuskan?
“Apakah karena si Terpidana adalah teman presiden, didukung oleh partai-partai penguasa dan koalisinya, juga sejumlah taipan pemilik modal dan konon sebagai fuonder saat pilpres 2014 berada di belakang nya? Lalu aturan dan hukum menjadi tumpul dan tidak berlaku?,” ungkapnya lagi.
Konon, lanjut dia, dugaan korupsi yang dilakukan si Terpidana, mantan Bupati Belitung itu, tidak bisa di bongkar dan diusut tuntas, karena semua insitusi Hukum adalah all Presiden Man, dan pengabdi Istana, sehingga aparat hukum bekerja maksimal dan profesional akan menyentuh sang Presiden?, Maka Pedang Hukum dan Keadilan Tumpul berhadapan dengan kasus-kasus yang sudah sangat populer di mata publik itu? Seperti Sumber Waras dan sebagai nya.
“Ada lagi, Proyek Raksasa Meikarta yang tak berizin, pun tetap jalan, karena pemilik nya adalah James Riyadi, adalah salah donatur Pilpres, sehingga membuat kelu lidah sang Presiden? Untung ada Wagub Jabar, Deddy Mizwar, yang berteriak, sehingg aktivitas Proyek Raksasa Meikarta di Wilayah nya itu dihentikan?,” kata Arbi.
Demikian juga Reklamasi Teluk Jakarta, sambungnya, sangat di dukung Sang Presiden, meski Rakyat keras berteriak di hentikan? Meski akhirnya di stop, tapi Menko saat itu Rizal Ramli harus terpental. Dalam kasus Reklamsi itu, perlihatkan Presiden sepertinya adalah boneka Pengembang dan Kapitalis, di banding sebagai Presiden yang bela kepentingan Rakyat dan Negara.
Kini, lanjutnya, hutang luar negeri sudah sangat membengkak, melampaui UU Keuangan Negara, yakni di atas 30%, lalu karena hutang itu, maka segala beban pembayaran nya adalah dengan mencabut segala subsidi dan menaikkan harga-harga. Tidakkah ini ancaman nyata tersanderanya negara oleh hutang luar negeri. Tapi, Menkeu nya Sri Muliyani juga tidak tahu ke mana digunakan utang-utang itu? Yang mengkhawatirkan, seperti di Sri Lanka, berhutang kepada Cina untuk bangun jembatan, gagal bayar, Jembatan di Sri Lanka itu pun di ambil alih oleh Cina, Negara Pengutang. Apakab hutang kepada Cina itu, akan membuat Negeri ini bernasib seperti Sri Lanka?
“Juga, importasi, Garam, sinkong, dan sebagai nya adalah bentuk pengkhianatan Nasib Petani yang di janjikan saat Pilpres. Bukan kan importasi gila-gilaan itu, kerja para pemilik modal dan abai terhadap kepentingan Petani secara umum?,” imbuhnya.
Usia Rezim ini, tegas dia, sudah seperuh jalan, dan pilpres 2019, tinggal setahun lagi. Apakah Presiden boneka Kapitalis dan Pemilk Modal akan di persiapkan lagi, dan korban nasib dan kepentingan Rakyat lagi? Karena dengan kekuatan modal, para taipan itu, akan membeli partai2 politik, media bahkan membeli KPU dan MK, untuk memukuskan Presiden boneka nya. Karena bisa saja pencitraan murahan 2014 dan berbalik, ambil hati mayoritas pemilik suara Umat di Republik ini setelah menyakiti nya dengan membela si Penista Agama dan mengkriminalkan Ulama dan Aktivis Kritis, di lakukan lagi. Tapi Rakyat dan Umat sudah semakin cerdas dengan semua centang perenang dengan gaya-gaya seperti merakyat itu.
“Sudah saat nya Rakyat tidak lagi mudah di perdaya oleh Pencitraan murahan Presiden Boneka. Dan menjadi Presiden boneka itu semakin tidak mendapat tempat di hati Rakyat. Presiden Boneka, tidak saja merusak Rakyat, tapi Bangsa, Negara, Pancasila dan UUD45,” tandasnya.
Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman