NUSANTARANEWS.CO – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan langkah yang diambil Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terkait pemblokiran 11 situs Islam di internet.
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Saadi, mengungkapkan bahwa pemblokiran situs Islam tersebut tentu mengundang reaksi Umat Islam karena hal ini sangat sensitif.
Menurut Zainut, langkah ini bisa menjadi pro-kontra meskipun berdalih memberantas paham radikal dan terorisme. Pasalnya, Kemenkominfo sendiri belum memberikan penjelasan terkait batasan pengertian paham radikal yang dimaksud.
“Seharusnya Kemenkominfo membicarakan hal tersebut sebelum mengambil langkah tegas meskipun telah mendapat masukan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (09/01/17).
Zainut mengatakan, pihaknya berpendapat bahwa pemblokiran situs secara sepihak adalah langkah mundur dalam pembangunan sistem demokrasi di Indonesia. Seharusnya pemblokiran situs-situs tersebut harus melalui proses hukum.
Karena, lanjut Zainut, negara Indonesia adalah berdasarkan atas hukum. Tidak boleh hanya dengan pendekatan kekuasaan semata. Hal tersebut jelas melanggar hak asasi manusia tentang jaminan kebebasan dalam berpendapat dan bereskspresi yang sudah jelas dilindungi oleh konstitusi.
“Sepengetahuan kami dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak ada pasal yang memberikan kewenangan kepada Kemenkominfo untuk dapat melakukan pemblokiran terhadap sebuah situs,” ujarnya.
Zainut menegaskan, pemblokiran terhadap situs-situs Islam tersebut sangat menyinggung perasan Ummat Islam karena tidak semua situs Islam membawa paham radikal yang mengarah kepada terorisme.
“Kenapa situs agama lain yang juga memiliki paham radikal, provokatif dan anti NKRI berdibiarkan dan tidak diblokir? Apakah hanya situs Islam saja yang membawa paham radikal? Semua agama ketika berbicara masalah keyakinan, akidah atau yang bersifat dogmatis pasti bersifat benar atau salah. Tapi kan tidak boleh semua dikatakan mengandung paham radikal? Jadi harus ada penjelasan dan batasan yang jelas dari pengertian paham radikal itu sendiri,” katanya geram dan penuh tanya.
Untuk itu, Zainut menambahkan, MUI meminta kepada Kemenkominfo untuk mengevaluasi kebijakannya, dan mengharapkan untuk membuka ruang dialog sebelum melakukan pemblokiran terhadap situs apa pun khususnya yang bersifat keagamaan.
“Agar dalam bertindak memiliki basis argumentasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,” katanya. (Deni)