Catatan Perjalanan Islam Nusantara Ke Eropa Bersama Ki Ageng Ganjur
Hari Jumat adalah hari terakhir rombongan Ganjur berada di Eropa, karena Sabtu para anggota rombongan Ki Ageng Ganjur akan kembali ke tanah air. Waktu luang seharian dipergunakan untuk packing. Tapi rencana gagal total karena kebaikan Bapak Dubes Puja. Habis pentas semalam, beliau menyediakan bus untuk jalan-jalan mengunjungi tempat wisata di seputaran Den Haag. Tentu saja kami semua menerima kebaikan hati Pak Dubes dengan penuh suka cita.
Pagi itu setelah sarapan rombongan siap berangkat, dilepas oleh kyai Nur Hasyim, Rais Syuriyah PCI NU Belanda dan didampingi pak Rasyidi, petugas dari Kedutaan. Yang bikin surprise lagi ternyata semua tiket masuk ke tempat wisata yang lebih €600 sudah disediakan oleh pak kyai Hasyim dan pak Rasyidi. Jazakumallah khaira jaza’!
Dari komplek masjid al-Hikmah yang menjadi markas Ganjur selama di Eropa, rombongan langsung menuju Old City Volendam, kota nelayan tradisional yang terletak di sebelah utara Den Haag. Karena lalu litas agak padat diperlukan waktu sekitar 80 menit untuk sampai Volendam.
Ketika masuk wilayah Volendam pandangan mata kami dimanjakan oleh hamparan tanah lapang yang luas dengan rumput hijau tebal dan saluran air yang tertata rapi. Airnya bersih dan jernih. Ladang-ladang ini adalah tempat penggembalaan ternak, karena selain sebagai kota nelayan, Volendam adalah kota peternakan penghasil daging dan susu. Di hamparan padang rumput itu ada kandang ternak yang besar lengkap dengan rumah pemeriksaan hewan, penampungan susu dan pemotongan. Semua terawat dengan standar higienis.
Di Volendam, rumah-rumah penduduk tertata rapi dengan model bangunan tradisional yang unik dan menarik. Suasana dan tata kota yang asri dan indah ini sudah menjadi obyek wisata yang menarik. Di tepi pantai, yang menjadi obyek wisata utama, tertambat perahu-perahu tradisional dengan tiang pancang tinggi dan kapal-kapal pesiar (cruise) yang bersandar rapi. Pantainya bersih, hampir tak ada sampah dan kotoran yang berserakan. Kami beruntung, karena cuaca Volendam saat itu sedang cerah. Meski matahari bersinar terang, namun suasana tetap sejuk, karena angin yang berhembus di awal musim semi ini masih berkisar pada suhu 10-17 derajat Celsius.
Sebenarnya pantai-pantai di Indonesia tidak kalah indah dengan Volendam. Namun tata kota, artistik bangunan, perawatan dan kebersihan yang terjaga dengan baik serta suasana yang nyaman membuat pantai ini menjadi kelihatan lebih indah dan manarik. Keindahan pantai Volendam ini menjadi sumber inspirasi para pelukis besar dunia. Konon Pablo Picasso dan Piere Auguste Renoir sering menghabiskan waktu di pantai ini untuk mencari inspirasi lukisan.
Selain laut dengan deretan rumah gaya tradisional yang berjajar indah di tepi pantai, di Volendam juga terdapat gerai foto dengan pakaian tradisonal Belanda. Gerai foto ini banyak menarik perhatian pengunjung. Bersyukur seluruh anggota rombongan Ganjur bisa foto bersama dengan pakaian adat. Obyek wisata lainnya adalah museum Volendam yang mengkoleksi busana tradisional, design rumah kuno, seni tradisional dan sejarah Volendam.
Suasana Volendam hari itu sangat ramai. Di sini kami berjumpa dengan banyak sekali turis Indonesia. Sebelum meninggalkan Volendam, rombongan sempat berfoto dekat kincir tradisional (molen) yang menjadi ciri khas negeri Belanda. Kincir ini berada di pintu masuk obyek wisata, di ujung hamparan ladang pertanian.
Dari Volendam rombongan langsung menuju ke taman bunga Keukenhof yang ada di daerah Lisse. Keukenhof adalah taman bunga terbesar di Eropa yang dibuat oleh salah seorang calon Walikota Lisse pada tahun 1949. Pada mulanya taman bunga ini dibuka sebagai ajang pameran bunga se-Eropa. Sekarang tempat ini tidak lagi menjadi tempat pameran, tetapi menjadi destinasi wisata yang setiap tahun mendatangkan jutaan turis dari seluruh dunia.
Di kawasan seluas 32 ha ini ada 7 juta bunga dengan lanscape yang sangat artistik. Setiap tahun design dan tata letak bunga-bunga selalu berubah. Sehingga selalu ada perubahan setiap kali mengunjungi taman bunga ini. Taman bungan Koekenhof ini dibuka setahun sekali saat musim semi. Biasanya dibuka pada akhir Maret hingga pertetengahan atau akhir Mei.
Saat kami berkunjung, taman bunga ini baru saja dibuka beberapa hari lalu. Karena masih berada di penghujung musim semi, maka belum semua bunga yang ada di taman ini mekar. Masih ada yang masih kuncup dan beberapa di antaranya belum keluar kembang, namun sudah banyak juga yang sudah mekar. Meski belum semua mekar, namun nuansa keindahan sudah terasakan di tempat ini. Beraneka warna bunga yang sudah mulai mekar tampak indah dan asri. Mata kita seolah tak jemu memandang keindahan ini.
Melihat keindahan taman bunga Koekenhof, aku langsung teringat pada taman sari Indonesia. Ya Indonesia adalah taman sari raksasa tempat tumbuh dan berkembangnya bunga-bunga bangsa yang beraneka warna. Aku membayangkan betapa indahnya Indonesia dengan perbedaan, karena taman sari tidak akan indah jika hanya ada satu warna dan satu jenis bunga. Semakin berbeda taman sari akan semakin indah. Hanya orang-orang kerdil yang tak beradab dan tak punya rasa keindahan yang tega merusak dan menghancurkan keindahan taman yang beragam.
Lamunanku buyar ketika teman-teman memberi tahu bahwa waktu sudah habis dan kami harus kembali ke Den Haag. Di perjalanan aku menyusun asa dan tekad untuk terus menjaga taman sari Indonesia yang beragam seperti taman bunga Koekenhof. Aku yakin bunga-bunga yang ada dalam taman sari Indonesia lebih indah daripada taman bunga Koekenhof. Jika kita mampu menjaga dan merawat taman sari Indonesia dia akan menjadi taman sari terbesar di dunia yang tidak saja menjadi tujuan wisata tetapi juga menjadi rujukan peradaban dunia. Semoga. Moge God hes toestaan.
Oleh: Al-Zastrouw (Zastrouw Al Ngatawi), penulis merupakan budayawan Indonesia. Pernah menjadi ajudan pribadi Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid. Juga mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU periode 2004-2009