Sebanyak 10 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) keroyokan menjalin kerja sama strategis dengan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA). Kerja sama ini sebagai bentuk mendukung komitmen restrukturisasi bisnis MNA yang berhenti operasi sejak 1 Februari 2014 karena terlilit masalah keuangan.
Kerja sama ini dimotori oleh Garuda Indonesia. Adapun bidang kerja sama meliputi bidang Pelayanan Kargo Udara, Ground Handling, Maintenance Repair & Overhaul (MRO) dan Training Center.
Kerja sama ini ditandatangani langsung oleh Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara bersama dengan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Asep Ekanugraha dan direksi BUMN lainnya yang turut terlibat, serta disaksikan langsung sejumlah Deputi Kementerian BUMN.
Adapun BUMN yang terlibat dalam sinergi ini adalah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), Perum Bulog, Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), PT PLN (Persero), serta Himbara yang terdiri dari Bank BTN, Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI.
Garuda Indonesia Group bersama dengan beberapa BUMN lainnya seperti Semen Indonesia, Pertamina, Perum Bulog, Perusahaan Perdagangan Indonesia, dan PLN akan mendukung pengelolaan usaha kargo milik Merpati melalui aktivitas pelayanan pengiriman barang-barang (kargo) di wilayah Papua.
Baca Juga: Ini Spesifikasi Irkut MC-21 yang Dikabarkan Dipakai Merpati
Dalam hal kerja sama pengelolaan usaha maintenance, repair, and overhaul (MRO), Merpati Nusantara juga bertindak sebagai agen pemasaran yang menyediakan layanan untuk perawatan turbin dari Pertamina dan PLN yang difasilitasi oleh MRO Merpati Nusantara Group dan Garuda Indonesia Group.
Sedangkan dalam usaha training centre, Garuda Indonesia akan berpartisipasi dalam mengelola pusat pendidikan milik Merpati Nusantara agar ke depannya unit usaha ini dapat menjadi salah satu sumber pendapatan besar Merpati.
Pada kesempatan yang sama, agar tercapai sinergi usaha yang saling menguntungkan antar BUMN, Garuda Indonesia dan Sembilan BUMN juga akan menanda tangani kerja sama perjalanan dinas dan non dinas pada rute internasional.
Garuda Indonesia juga bekerjasama dengan PT Perikanan Nusantara dalam bidang kargo dan pemanfaatan Cold Storage untuk distribusi hasil perikanan nasional di domestik dan internasional.
“Komitmen sinergi kerja sama bisnis ini kami harapkan dapat menjadi momentum penting bagi Merpati Nusantara kembali beroperasi dan mengembangkan bisnis ke depan bersama dengan BUMN lain dalam semangat sinergi BUMN,” kata CEO Ari Askhara di sela acara penandatanganan yang berlangsung di kantor Kementerian BUMN pertengahan bulan Oktober 2019 ini.
Kilas Balik Sejarah Merpati Nusantara
Sejak tahun 2001, mulai lahir beberapa maskapai yang masih eksis sampai dengan saat ini, seperti Lion Air dan Citilink, kemudian disusul Sriwijaya Air, Express Air, Air Asia Indonesia, dan sekitar 13 maskapai berjadwal lainnya.
Semua itu merupakan sebuah berkah deregulasi bisnis penerbangan yang dibuka oleh Pemerintah RI kala itu. Beberapa maskapai kelahiran era 2000-an yang masih eksis dan sukses antara lain Lion, Wing Air, Sriwijaya Air, Express Air, Susi Air, Tiger Mandala, Citilink, Tri Nusa, Sky Aviation, Avia Star, dan terakhir Batik Air–tentu dengan segmen marketnya yang berbeda-beda sesuai dengan konsep pelayanan yang diberikan setiap maskapai, rute yang ditempuh, dan jumlah kekuatan armada yang dimilikinya.
Bagaimana dengan dua maskapai pelat merah yang sudah ada, Garuda Indonesia dan Merpati Airline, yang sudah puluhan tahun lahir jauh sebelum adik-adiknya didirikan?
Garuda Indonesia berdiri tahun 1949, dan Merpati Nusantara lahir tahun 1962. Sejauh ini, Garuda Indonesia tetap dan semakin berkibar di market domestic. Dengan konsep layanan full service airline, Garuda Indonesia nyaris tanpa saingan berarti sampai dengan saat ini. Hanya Batik Air yang mungkin bisa membuat Garuda kebat-kebit dalam persaingan dalam 5–10 tahun ke depan.
Eksistensi Merpati
Sejak 10 tahun terakhir ini, lahirnya beberapa maskapai baru yang ada di pasar persaingan, seperti Lion, Sriwijaya, dan Indonesia Air Asia, tampaknya bukan membuat Merpati (MZ) semakin tangguh menghadapi kerasnya persaingan, malah semakin tergerus market share-nya, dari tahun 1980 masih menduduki porsi market share domestic di atas 20 pct, sekarang malah menjadi hanya 1 digit saja.
Lebih parahnya lagi, per 1 Februari 2014, Merpati sudah tidak beroperasi di seluruh rutenya di Tanah Air. Tragisnya, per 1 Februari, Merpati berhenti total terbang dan sudah lima bulan tidak bisa menggaji semua karyawannya. Merpati tidak mampu menggaji karyawannya sejak bulan November 2013 lalu.
Belum lagi sikap pemerintah sampai dengan saat ini seperti tak acuh, semakin membuat Merpati terbengkalai dan rute rutenya malah diambil oleh 11 operator lainnya. Sikap pemerintah ini aneh mengingat 100 persen pemilik saham Merpati adalah saham Dwi Warna alias milik negara.
Gagalnya membenahi Merpati sama juga kegagalan dari pemerintah yang memunyai fungsi melakukan pembinaan perusahaan BUMN. Untuk diketahui, sejak Februari 2014, Merpati sudah total berhenti terbang, berarti nanti Februari 2015, Air Operator Certificate (AOC) Merpati sudah berakhir izinnya, dan bila Kementerian BUMN tidak beraksi sama sekali, akan total tamat nasib Merpati.Namun berita bagus era berakhirnya meneg BUMN Rini oktober 2019 Merpati kembali diurusi untuk hidup kembali.
Kalaupun dihidupkan lagi setelah Februari 2014, syarat pendirian awal sebagai perusahaan penerbangan wajib dijalani mulai dari nol. Investor yang akan membeli diwajibkan memunyai 10 pesawat, 5 baru dan 5 sewa. Sungguh memberatkan investor baru, padahal saat ini ada beberapa investor yang antre, namun pihak Kementerian BUMN tidak mengambil sikap yang jelas.
Profil utang Merpati sebenarnya masih ada celah dilakukan penyelamatan, utang Merpati 70 persen adalah utang domestik ke Pertamina. Pihak otoritas bandara punya BUMN Angkasa Pura I dan II, asuransi pemerintah Jasindo, 30 persen baru utang ke kreditor pengadaan pesawat Xian aircraft industries China yang mana utang itu bisa dilakukan penjadwalan ulang (restructuring).
Sudah menjadi rahasia umum setiap pergantian CEO di MZ tidak banyak menolong keadaan MZ yang selalu mengalami bleeding keuangan dalam satu dekade ini.. Indonesia harus menghadapi era global liberalisasi dunia bisnis penerbangan minimal pada level ASEAN yang kita sudah pahami yang sudah kita lalui adalah ASEAN Open Sky pada tahun 2015 dengan prediksi jumlah penumpang udara di Indonesia saja akan menembus angka 130juta.akhir 2019 ini.
Dengan mayoritas mengandalkan pada pesawat buatan China MA 60 turbo propeller peninggalan pembelian era direksi lama serta beberapa Boeing narrow body 737 klasik nampaknya Merpati harus bertarung di market penerbangan dengan adik-adiknya yang memakai fleet yang relatif lebih baru dan andal, lihat saja Lion dengan B 737/900ER, Sriwijaya sudah memakai beberapa 737/900 nya Lion Air Citilink memakai armada Airbus AB 320 brand new, belum di rute perintis dan Indonesia timur pelosok Papua dan Ambon, market share Merpati juga mulai digerus oleh Susi air dengan semua armadanya small aircraft-nya yang all brand new memakai merk Grand Caravan, dan Piaggio aircraft buatan USA.
Sejauh ini memang kinerja Merpati masih terseok-seok, dan puncak krisisnya, pasokan avtur dari Pertamina di-hold untuk beberapa kota penerbangan karena hutang MZ ke Pertamina sudah melebihi kesepatan, melebihi 100 miliar rupiah, sudah menembus 120 miliar rupiah.
Ada 26 pesawat dan 66 rute -sudah 20 rute yang dipangkas oleh direksi lama, itu sudah menjadi asset yang luar biasa bagi Merpati untuk bangkit lagi. Namun saat ini sudah banyak pesawatnya yang ditarik oleh lessornya karena bertele telenya penyelesain dari BUMN yang tak kunjung usai.
Merpati memang masih terbebani dengan utang yang luar biasa besarnya melebihin asetnya, utangnya 6,2 trilyun ruppiah nilai pada tahun 2014 ,bisa jadi hutangnya dengan bunga saat ini 2019 sudah mencapai 12 Trilyun .Yang bikin optimis hutang Merpati 70% adalah hutang domestik ke Pertamina, Angkasa Pura 1 ,2 yang mana bisa dijadikan model penyertaan modal . Namun sebagai alat transportasi yang sangat diperlukan untuk Negara kepulauan yang besar seperti Indonesia ini, dan transportasi yang cepat untuk memfasilitasi kecepatan pertumbuhan Indonesia di masa depan utamanya di kepulauan kepulauan Indonesia Timur , maka selayaknya pemerintah RI semua stake holder baik itu parlemen, ekskutif (kantor BUMN dan Kementrian Perhubungan) perlu memberikan opsi penyelematan ke Merpati.
Merpati Harus Dibantu
Era saat ini yang merupakan era boderless juga dalam bidang transportasi udara serta kita menghadapi era liberaliasi, maka tak pelak Negara Indonesia sangat memerlukan maskapai BUMN yang sudah ada ini menjadi sangat kuat di wilyah udaranya sendiri paling tidak.
Kalau kita semua regulator, DPR, rakyat –semua stake holder tidak peduli sama sekali dan membiarkan persaingan maskapai nasional terjerumus dalam ekonomi liberal maka tidak mungkin bila Merpati sebagai jembatan nusantara akan tergerus oleh persaingan yang sangat bebas dan akan kelindas oleh proses libelarisasi.
Memproteksi dua maskapai nasional Merpati utamanya adalah salah satu juga dalam rangka memperkuat fungsi pertahanan dari sisi Epoleksusbud (ekonomi, politik, sosial, budaya) apalagi selama ini Merpati sudah akrab dan mempunyai skill dan net working dan branding yang bagus di wilayah Indonesia Timur, artinya misi membantu Merpati sejalan juga dengan spirit mengembangkan dan mempercepat pembangunan di Indonesia Timur dalam program program toll udara Jokowi Indonesia wilayah timur. Daripada membangun sebuah maskapai baru yang modal awalnya secara textbookakan menelan biaya 4 trilyun rupiah dengan pengalaman yang baru, lebih rasional bila dana sebesar itu untuk menyehatkan maskapai plat merah kita Merpati.
Tentu bila semua stake holder sudah mau berkomitmen membantu Merpati, kalangan manajeman dan semua staff MZ juga harus tahu diri , introspeksi untuk bekerja lebih keras dan professional di kedepankan mengingat semua maskapai di Indonesia saat ini sedang berkompetisi secara ketat dan pengaruh factor ekstenal harga avturr dan deperesiasi rupiah terhadap dollar yang juga menjado momok menakutkan bagi dunia penerbangan saat ini di Indonesia.
Kuncinya semua jajaran Merpati harus bekerja extraordinary, mempunyai sense of crisis di semua lini, menciptakan musuh bersama seperti meraih kepercayaan kembali pelanggannya, mengurangi beban hutang dengan menaikkan seat load factor dan weight load factor sehingga revenue juga meningkat dan harus kreatif menciptakan peluang seperti yang sudah ada selama ini.
Kerjasama operasi dengan Pemda yang tiap kabupaten adalah salah satu terobosan jitu disamping misalnya merebut charter flight untuk angkutan kampanye Pemilu mendatang, merebut feeder angkutan haji ke embarkasi dan masih banyak lagi strategi marketing yang bisa dilakukan bila pemerintah masih punya niat baik menghidupkan maskapai plat merahnya yang satu ini .
Apalagi dengan keterlibatan 10 BUMN membantu Merpati , maka salah satu akses negara di bidang penerbangan bisa terwujud dalam waktu tidak terlalu lama, ini positip bisa dikaitkan dengan program toll udara Jokowi, utamanya membantu logistik dan pergerakan masyarakat di Indonesia Timur, Papua, NTT, Kep Maluku dan sekitarnya.
Oleh: Arista Atmadjati, Penulis Adalah Analist Penerbangan , Dosen Aviation Management -IULI International University Liasion Indonesia dan Vokasi Pariwisata UI Depok.