Menolak Khilafah, Bukan Berarti Anti Syariat Islam

Peluncuran Buku HTI Gagal Paham Khilafah, 6 Oktober 2016/Foto: dok. Arrahmah.co.id

Peluncuran Buku HTI Gagal Paham Khilafah, 6 Oktober 2016/Foto: dok. Arrahmah.co.id

NUSANTARANEWS.CO – Dalam rangka menguatkan kesadaran nasionalisme antar anak bangsa, Komunitas Anak Peduli Bangsa bekerjasama dengan Penerbit Pustaka Compass mengadakan Diskusi Ilmiah bertema “Mempertahankan NKRI Sebagai Identitas Bangsa”, (26/11).

Para pendiri bangsa telah sepakat bahwa Pancasila adalah dasar dan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, siapapun yang menjadi warga negara Indonesia hendaknya menghargai dan menghormati kesepakatan yang telah dibangun oleh para pendiri negara (founding fathers). Dan berupaya terus untuk menggali, menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Semua anak bangsa harus waspada pada kelompok-kelompok dan ideologinya yang bisa memecah persatuan. Karena itu, Diskusi Ilmiah yang digelar di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut, menghadirkan Penulis buku “HTI, Gagal Paham Khilafah”, Muhammad Makmun Rasyid.

Dalam bukunya, Rasyid membuktikan bahwa ideologi “khilafah” tidak ada landasannya dalam Al-Qur’an dan tidak ada satupun ayat yang melegasisasi “khilafah”. Justru ideologi tersebut akan merusak kemajemukan, keharmonisan dan keutuhan NKRI.

Rasyid kembali menyinggung legalitas HTI sebagai Ormas. Bahwa ormas-ormas yang ada di Indonesia harus sesuai dengan Falsafah Negara dan berharap mendaftarkan kembali pada pemerintah. “Harapan saya, semua ormas di Indonesia harus mendaftarkan kembali keberadaan mereka, ormas yang tidak sesuai falsafah bangsa Indonesia, tidak boleh diakui eksistensinya.” harapnya.

Pernyataan tersebut cukup beralasan mengingat ideologi HTI bersebrangan dengan ideologi negara yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika sebagai identitas bangsa. Bukan berarti ia anti dengan khilafah.

Rasyid menegaskan bahwa bukunya ditulis bukan atas dasar anti Khilafah atau anti Syariat Islam. “Buku itu ditulis bukan karena saya anti-Khilafah dan anti-Syariat Islam,” tegasnya.

“Menolak gagasan Khilafah untuk diterapkan di Indonesia bukan bagian dari pengingkaran, karena itu bukan perintah utama Tuhan kepada manusia” sambung santri KH Hasyim Muzadi ini.

Memperkuat pernyataan tersebut Rasyid mengutip kitab “Al-Iqtishad fi al-I’tiqad” (1962) karya Imam Ghazalim yang berbunyi:

“Kajian tentang Imamah—dalam hal ini termasuk term Khilafah—bukan termasuk hal yang penting. Hal itu juga bukanlah bagian kajian ilmu logika, tetapi ia termasuk bagian dari Ilmu Fikih. Masalah Imamah dapat berpotensi melahirkan sikap fanatisme. Orang yang menghindar dari menyelami soal Imamah lebih selamat daripada mencoba menyelaminya, meskipun ia menyelaminya dengan kaidah yang benar, apalagi ketika salah dalam menyelaminya.”

Sedangkan pembicara lain, Ust Sofiuddin (Dosen Sejarah Pemikiran Islam STKQA Depok) mengkritisi sistem khilafah yang menjadi percontohan HTI. “Negara-negara yang ada di Timur Tengah tidak bisa menjadi barometer sistem pemerintahan Islam,” kata dia.

Menurutnya HTI jangan terlalu berkutat pada wacana. Ia menyarakan agar HTI juga peduli dengan masalah-masalah sosial umat. “Banyak masalah kemiskinan dan pengangguran. Seharusnya HTI – yang mengaku memiliki banyak Anggota – terjun membantu pemerintah, menangani masalah ini”, ujarnya.

Dalam kesempatan ini, pembicara lain yang turut hadir antara lain Ust. Rusli Sainun (Ketua Keluarga Muslim Bogor) dan Ust. Dwi Hendri Cahyono (Ketua HTI Bogor). Dan dihadiri sekitar 200 peserta, yang terdiri dari Mahasiswa IPB, KMNU Kota Bogor, Kader HTI Bogor, dll. (FA/Red-02)

Exit mobile version