NUSANTARANEWS.CO – Bagi pecinta kopi, apapun jenis dan di tanah mana biji kopi itu dipetik, aromanya senantiasa segar ditangkap penciuman. Apalagi, jika biji kopi itu dibudidayakan dengan baik dan diolah oleh tangan barista handal, astaga, betapa mantap taste-nya menyentuh bibir dan lidah.
Hari itu, Sabtu (24/9) salah satu anggota rombongan Kementerian Desa PDTT menikmati udara segar di lokasi acara Expo Potensi Desa 2016, Padang, Sumatera Barat. Sebagai pecinta kopi, ia tertarik memasuki sebuah tenda berukuran 3 kali 3 meter di lapangan Gelanggang Olah Raga (GOR) Haji Agus Salim. Rasa penasaran menggerayangi pikiran dan seleranya.
Lewat udara ia mulai menciom aroma kopi yang diseduh sang barista. Kental dan khas aroma kopi itu. Ia pun mengajak sang barista, Endar nama panggilannya, untuk menceritakan sedikit tentang kisah kopi di Indonesia, khususnya yang sedang Endar seduh.
Sembari mengukur berat biji kopi agar sesuai takaran kemudian digilingnya dengan sebuah mesin otomatis, Endar bercerita. Lalu bubuk kopi diseduh dengan air panas, dengan caranya yang khas, menggunakan kertas penyaring, layaknya barista profesional di cafe-cafe. Secangkir kecil kopi pun tersaji disajikan oleh Endar. “Silahkan dicoba,” ucapnya memotong momotong apa yang sedang ia kisahkan.
Sebagaimana para pecinta kopi, ia cium uap dari muka cangkir. Ada taste yang khas dan aroma kopi yang dihirup dan diseruputnya. Ia penasaran, kopi apa yang tengah dinikmatinya itu. “Apa bedanya kopi ini dengan yang lain, Mas?” ia bertanya.
Endar pun menjawab, bahwa kopi yang ia sajikan adalah kopi spesial, kopi pilihan. “Kami menjaganya dengan kualitas tinggi. Jenisnya Arabica, ditanam asli di tanah Solok dengan ketinggian 1200 sampai dengan 1700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Acidity-nya mengandung rasa buah lemon,” ungkap Endar, mahasiswa jurusan Pertanian di Universitas Andalas.
Tidak terlalu kental, juga tidak terlalu encer. Light, fruity, sedikit spicy. Cocok bagi mereka yang tidak bisa menikmati kopi dengan rasa yang cukup keras. Menarik. Sambil menyeruput kopi berpadu rasa lemon, mereka melanjutkan obrolan.
Endar, yang sudah dua tahun belakangan ini setia memberikan penyuluhan kepada para petani kopi. Ada lima desa utama yang memiliki potensi unggulan kopi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, yakni Desa Akagadang, Desa Danau Atas, Desa Aiyesonsang, Desa Aiyedingin, dan Desa Kotobaru. Setiap panen raya dalam empat bulan sekali, total produksi kopi bisa mencapai 5 ton. Kebun kopi di wilayah ini hanya menghasilkan kopi specialty.
“Klasifikasi sengaja dibedakan karena menyesuaikan curah hujan, ketinggian, dan vegetasi di setiap desa. Itu akan memengaruhi rasa dan varietas. Kami mengutamakan kualitas. Proses pascapanen juga kami perhatikan, ada natural process, honey process, dan semi washed,” lanjut Endar.
Namun pada awalnya hasil produksi tersebut tidak dikelola dengan baik sehingga kualitasnya tidak terjaga. Para petani cenderung menjualnya sendiri-sendiri. Belum lagi para petani yang menjualnya kepada para tengkulak. “Kalau dulu, penghasilan petani kopi dalam sehari ya habis hanya dalam sehari. Namun setelah dikembangkan bersama, melepaskan diri dari tengkulak, uang terus berputar dan menabung lebih banyak lagi,” ujar Endar mengenang pengalamannya di lapangan.
Adalah Dazul, Rajo, dan Adi yang juga merupakan petani kopi di daerah Solok berinisiatif meningkatkan kelas dan citarasa kopi produksi lima desa tersebut. Mereka mendirikan organisasi agribisnis dalam bentuk koperasi bernama Solok Radjo pada 2014 lalu. Seluruh elemen berkumpul, yakni petani, pedagang, penyuluh, hingga pengamat.
Perjuangan Endar dan kawan-kawan tidak begitu saja berjalan lancar, aral perintang tentu ada. “Awalnya masyarakat sulit percaya. Kenapa kopi perlu diperlakukan dengan begitu istimewa. Namun setelah melihat tren dan perkembangan kopi saat ini di Indonesia, barulah masyarakat yakin,” lanjut Endar yang juga anggota Koperasi Solok Radjo.
Berjalan dua tahun, produksi kopi di Kabupaten Solok terus berkembang. Melalui Solok Radjo, Endar dan rekan-rekannya mengelola hasil produksi kopi di lima desa tersebut. Penyuluhan dilakukan secara rutin kepada sekitar 500 petani kopi di lima desa tersebut.
Dengan prinsip proses produksi “Dari Kebun Hingga Menjadi Specialty Coffee”, para petani diberi pemahaman mengenai tiga tahapan rantai suplai yang efektif, yakni proses panen merah, kontrol panen dan pengolahan hingga gabah oleh kelompok tani, dan perdagangan hanya melalui satu koperasi.
Pemasaran pun dilakukan secara intens. Dengan citarasanya yang khas, kopi Minang Solok yang merupakan potensi unggulan lima desa di Kabupaten Solok, kini tidak hanya didistribusikan dalam bentuk green beans ke kota-kota besar, melainkan juga ke luar negeri. Berangkat dari potensi unggulan desa serta kearifan lokal dipadu pengelolaan yang baik, petani kopi di Kabupaten Solok kini menikmati hasil keringatnya dengan senyuman bersama keluarga yang dicintainya. (Sel/Red-02/Sumber Kemendes PDTT)