Menagih Komitmen Menkumham Memberantas Korupsi dengan Modus Jual Beli Jabatan

Direktorat Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM. (Foto: Dok. ditjenpas.go.id)

Direktorat Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM. (Foto: Dok. ditjenpas.go.id)

Sudah hampir tiga tahun Yasonna Hamonangan Laoly memimpin Kementrian Hukum dan HAM (Menkumham). Program revolusi mental akan mengalami kegagalan jika tidak ada pembersihan birokrat-birokrat bermental korup. Kecenderungan ini semakin memperlihatkan kenyataan ketika masih banyak pejabat yang bermental korup menyalahgunakan jabatannya untuk merampok uang rakyat. Praktis, kondisi ini akan berpengaruh terhadap pengelolaan institusi yang tidak sehat sehingga merugikan pelayanan publik.

Meskipun ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya, kejahatan korupsi terus saja berkembang biak memproduksi koruptor-koruptor baru dengan berbagai modus. Salah satunya adalah dugaan praktek korupsi dengan motif jual beli jabatan yang terjadi di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM. Dugaan praktek jual beli jabatan ini di mulai dari penerimaan CPNS hingga yang paling marak adalah mutasi jabatan. Kejahatan korupsi ini dilakukan secara sistematis, terstruktur dan berlangsung cukup lama dengan melibatkan oknum-oknum di lingkungan Dirjen Lapas.

Modus operasinya sangat rapi dan sistematis, sehingga bagi awam tidak akan memahami jika pola yang dijalankan oleh oknum-oknum di Dirjen Lapas merupakan bagian dari jaringan kejahatan. Jika kita mengikuti standar operasional prosedur terkait mutasi jabatan di seluruh Indonesia dilakukan secara terbuka yang dapat dilihat di website resmi Dirjen Pemasyarakatan. Hasil seleksi secara resmi diumumkan secara terbuka. Pelaksanaan mutasi jabatan dalam prinsip dasarnya dilakukan secara berkala dalam rangka regenerasi dan rotasi jabatan untuk mewujudkan tata kelola yang sehat.

Namun, sistem yang sudah baku ini telah terjadi kebocoran. Titik kebocoran pertama terjadi ketika sebelum diumumkan hasil seleksi secara terbuka, oknum di bagian kepegawaian Dirjen Lapas membocorkan draft yang lolos seleksi penerimaan mutasi jabatan kepada orang-orang yang terkait dengan jabatan tersebut. Berdasarkan temuan kami di lapangan bahwa penilaian hasil seleksi didasarkan pada rankingisasi. Artinya, untuk mengisi satu posisi jabatan tertentu terdapat 5 hingga 7 orang yang lolos seleksi.  Modus inilah yang kemudian dijadikan alat untuk menjaring calon-calon korban.

Indikasi berikutnya adalah hasil kejahatan korupsi dengan modus jual beli jabatan dikumpulkan dalam dua rekening bank atas nama oknum di Dirjen Pemasyarakatan. Indikasi yang paling sederhana adalah bagaimana mungkin ada pejabat dengan golongan III memiliki life style glamour dan memiliki pendapatan mencapai Rp 70 juta lebih per bulan melebihi golongan IV. Tentu, patut dicurigai bahwa sumber pendapatannya bersifat ilegal atau melalui praktek-praktek jahat. Fakta ini tentu akan semakin banyak jika jajaran inspektorat jenderal kementrian Hukum dan HAM melakukan audit investigasi untuk melakukan sanksi atas prilaku yang menyimpang ini.

Kemudian hasil kejahatan ini dipergunakan untuk kepentingan kelompok dan ada juga yang di distribusikan ke atasan sebagai bagian dari upeti. Tragisnya, begitu rapinya praktek kejahatan ini yang berlangsung cukup lama sampai aparat hukum tak mampu menyentuh aktor-aktor intelektualnya sampai sekarang dan bahkan kejahatan ini sedang terus berlangsung.

Tidak heran jika persoalan Lapas semakin kompleks hingga saat ini. Mulai dari rendahnya integritas petugas, maraknya penyelundupan dan peredaran narkoba, rentan terjadinya perdagangan manusia, mudahnya peredaran alat komunikasi, dan bahkan Lapas menjadi tempat nyaman bagi napi koruptor dalam mengatur proyek-proyek APBN. Bahkan BNN menemukan 72 jaringan narkoba internasional yang bergerak di Indonesia dan memanfaatkan para napi terdapat di 39 LP dan 50 persen peredaran narkoba di seluruh Indonesia berasal dari dalam LP. Ini membuktikan bahwa Lapas seakan menjadi zona nyaman bagi pelaku kejahatan dalam mengendalikan semua kejahatan yang dilakukan di luar Lapas.

Tidak ada makan siang gratis. Jual beli jabatan telah berbanding lurus pada rendahnya integritas pejabat di Dirjen Lapas yang sudah mencapai titik nadir. Celah inilah yang dimanfaatkan narapidana dan koruptor untuk mendapatkan perlakuan khusus dengan memberikan suap kepada pejabat terkait di Lapas. Bagi narapidana, khususnya koruptor dan narkoba, untuk mendapatkan uang tidaklah sulit ketika mereka diberikan perlakuan khusus oleh petugas Lapas.

Potret di atas adalah sekelumit gambaran tentang bagaimana penyalahgunaan jabatan terjadi dalam rangka memperkaya diri dan kelompok dengan jalan korupsi jual beli jabatan. Jika praktek ini terus berlangsung sampai mengakar di level rendahan maka akan menjadi bom waktu yang akan meledakkan kredibilitas institusi Kementerian Hukum dan HAM.

Oleh karena statemen Menteri Hukum dan Ham beberapa waktu lalu yang akan memberikan sanksi pecat dan memproses hukum jika terdapat bawahan yang melakukan praktek calo terhadap penerimaan CPNS dapat ditindaklanjuti juga terhadap dugaan praktek jual beli jabatan melalui modus operandi mutasi jabatan yang melibatkan elit pejabat di Dirjen Lapas. Tanpa penegakan hukum yang tegas maka hukum sebagai panglima hanya sekadar slogan kosong tak bermakna. Maka, Menteri Hukum dan HAM sudah seharusnya berdiri di garda terdepan untuk membersihkan institusinya dari koruptor-koruptor yang telah menghancurkan kredibilitas kementrian.

Penulis: Gigih Guntoro, Direktur Eksekutif Indonesian Club

Exit mobile version