Membangun Kebanggaan Kepada TNI – Opini Letnan Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin

NUSANTARANEWS.CO – Ada yang istimewa pada peringatan Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia 2014 di Dermaga Ujung TNI Angkatan Laut, Surabaya. Pergelaran alat utama sistem persenjataan (alutsista) pada parade HUT TNI bukan hanya membangkitkan kebanggaan kepada sosok TNI, tetapi memberikan pesan terhadap kemandirian yang berhasil dibangun dalam 10 tahun terakhir ini.

Sepuluh tahun pembangunan alutsista TNI memang ditujukan untuk menutupi kekurangan dan sekaligus memodernisasi alutsista TNI. Hasil pengadaan yang dilakukan untuk matra darat yang antara lain kini diperkuat oleh main battle tank Leopard, panser Anoa, sistem persenjataan rudal multilaras, dan helikopter serbu Apache. Matra laut kini diperkuat oleh kapal selam, kapal fregat, kapal patroli cepat, kapal rudal cepat, dan tank amfibi. Sementara matra udara kini memiliki hampir dua skuadron F-16, satu skuadron Sukhoi, helikopter angkut hingga pesawat angkut seperti CN-295 dan Hercules C-130.

Pembangunan kekuatan TNI bukanlah dimaksudkan sekadar untuk gagah-gagahan. Pembangunan jangka panjang Indonesia telah menetapkan sasaran untuk mencapai Indonesia yang mandiri, kuat, adil, dan makmur. Seluruh komponen bangsa bersepakat untuk membangun Indonesia yang maju secara ekonomi, berkualitas manusianya, memiliki kepribadian yang kuat, sehingga disegani oleh bangsa-bangsa lain.

Indonesia yang kuat harus ditopang oleh TNI yang disegani. Dengan itulah maka Indonesia akan bisa menjaga wilayah kedaulatannya dan kemudian melaksanakan program-program pembangunan yang sudah direncanakan.

Dalam bukunya yang berjudul Logika Ketahanan dan Pem­bangunan Nasional, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef mengingatkan perlunya kita menggunakan cara pandang yang holistik dalam merumuskan kebijakan pembangunan nasional. Menurut Daoed Joesoef, pembangunan nasional tidak bisa hanya sekadar bertumpu kepada kekuatan ekonomi semata, tetapi harus merupakan agregat dari optimalisasi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, manusia Indonesia, sistem nasional, kekuatan ekonomi, dan kekuatan militer. Lima faktor itu bahkan harus dimultiplikasi dengan tiga faktor lainnya yaitu tekad, kecerdasan, dan strategi nasional agar pembangunan bisa memberi kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Dengan itu jelaslah bahwa pembangunan kekuatan militer merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Dengan memiliki kekuatan militer yang disegani, maka stabilitas nasional bisa lebih terjamin dan dengan itulah peningkatan kesejahteraan masyarakat akan bisa kita lakukan.

Sosok Indonesia yang kuat suka tidak suka dicerminkan dari alutsista yang dimiliki oleh TNI. Apalagi untuk wilayah Indonesia yang begitu luas dan jumlah pulau yang lebih dari 17.000 buah, dibutuhkan postur TNI yang memang mampu menjaga segenap wilayah tumpah darah.

Selama Indonesia merdeka, para pemimpin bangsa ini selalu berupaya membangun TNI yang kokoh. Namun kita merasakan setelah krisis keuangan tahun 1998, kemampuan keuangan negara untuk membangun kekuatan TNI yang disegani menurun tajam.

Puncak dari ketidakberdayaan akibat minimnya alutsista yang kita miliki dirasakan ketika terjadi bencana tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2004. Kita terpaksa meminta bantuan negara-negara sahabat untuk menjalankan operasi kemanusiaan.

Pengalaman pahit itu membangkitkan kesadaran kita untuk merevitalisasi alutsista yang dimiliki. Dengan program pengadaan yang dilakukan secara bertahap dan konsisten, maka dalam 10 tahun kita mampu bangkit membangun kembali kekuatan TNI.

Kita harus mengakui bahwa kekuatan TNI yang dimiliki sekarang ini belumlah pada tingkatan yang ideal. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan pembangunan TNI pada tingkatan menuju posisi kekuatan pokok minimum (minimum essential force).

Dengan kekuatan pokok minimum, postur kekuatan yang ingin dibangun memang kecil, namun memiliki mobilitas yang tinggi dan daya pukul yang dahsyat. Dalam rencana strategis yang disusun Kementerian Pertahanan, kekuatan pokok minimum itu ditargetkan bisa tercapai pada tahun 2024 dan dengan itulah kemudian kita akan membangun kekuatan TNI yang ideal dalam waktu sepuluh tahun ke depan.

Semua perjalanan untuk mencapai tujuan itu membutuhkan komitmen yang kuat dari pemimpin nasional. Tidaklah mungkin kita akan mampu membangun TNI yang ideal apabila tidak ditopang oleh kemauan politik yang kuat. Lebih dari itu sangat perlu kehadiran sosok penerobos yang mampu melakukan akselerasi untuk mencapai target kemauan politik itu.

Keberhasilan pembangunan alutsista TNI dalam 10 tahun terakhir ini disandarkan kepada kemauan politik pemerintah yang kuat. Pemerintah mau menyediakan anggaran bagi pemenuhan alutsista yang masih kurang, sekaligus memodernisasi TNI agar bisa menjalankan tugas militer untuk perang maupun bukan perang.

Itu pun anggaran yang disediakan sangatlah minimum. Sekarang ini besar anggaran yang disediakan baru sekitar 0,8 persen dari produk domestik bruto, padahal idealnya kita mem­butuhkan anggaran antara 1 persen hingga 2 persen dari PDB.

Satu hal yang harus menjadi perhatian kita bersama, pengadaan alutsista yang dilakukan sekarang ini tidak sepenuhnya mengandalkan kepada produk asing. Untuk alutsista yang sudah mampu dibuat di dalam negeri, presiden mewajibkan pengadaannya dilakukan di dalam negeri.

Oleh karena itu terutama dalam lima tahun terakhir, industri pertahanan dalam negeri mulai bangkit lagi. Bukan hanya Badan Usaha Milik Negara yang kembali bergerak, tetapi juga badan usaha swasta.

Itu terjadi untuk industri bagi ketiga matra. PT Pindad semakin maju untuk menghasilkan pistol, senjata laras panjang, dan kendaraan taktis seperti Panser. PT. PAL mampu menghasilkan LPD (Landing Platform Dock) dan kapal cepat rudal. Sementara PT. Dirgantara Indonesia kembali memproduksi helicopter angkut dan pesawat angkut. Bahkan PT. PAL sedang bersiap membangun PKR (Perusak Kawal Rudal) dan kapal selam, demikian halnya PT. Pindad yang sedang bersiap membangun tank sedang.

Badan usaha swasta pun telah mampu untuk memproduksi kapal bagi kebutuhan Angkatan Laut. Landing ship tank yang diperuntukkan mengangkut Tank Leopard diproduksi oleh galangan kapal di Lampung. Tidak hanya untuk peralatan berat, badan usaha swasta mampu memproduksi kebutuhan militer seperti pakaian, sepatu, helm, dan juga parasut terjun.

Dengan industri pertahanan yang semakin andal, kita kini berani untuk mengembangkan pasar ke luar negeri. Apalagi industri pertahanan dalam negeri mampu membangun kerjasama dengan industri-industri negara lain. PT. Pindad misalnya menjalani kerjasama dengan produsen Leopard dari Jerman, Rheinmettal Defence. PT Dahana mengikat kerjasama dengan industri propelan Perancis, Roxel. PT. DI menjadi kepanjangan produksi dari helikopter Bell dan Airbus Military.

Kementerian Pertahanan membantu penetrasi industri pertahanan dalam negeri untuk masuk ke pasar luar dengan melakukan promosi. Hasil dari promosi menghasilkan observasi dan negosiasi. Setelah tercapai kesepakatan, industri pertahanan dalam negeri bisa segera melakukan produksi.

Setidaknya enam negara ASEAN berminat terhadap produk industri pertahanan dalam negeri. Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Filipina, Myanmar, dan Timor Leste kini menjadi pengguna produk-produk industri pertahanan Indonesia.

Ini tentunya merupakan modal untuk semakin mengembangkan industri pertahanan dalam negeri. Kita tidak perlu ragu akan kemampuan putra-putra Indonesia. Sepanjang kita mau memberi kesempatan kepada mereka untuk berkembang, maka kita tidak akan kalah dari bangsa-bangsa lain di dunia.

Kita sudah melihat dari pergelaran kekuatan yang dilakukan pada peringatan HUT TNI 2014. Sebagian alutsista yang ditampil­kan merupakan karya bangsa sendiri. Itulah yang pantas membuat kita semakin bangga kepada bangsa ini. Membangun kekuatan militer adalah bagian dari membangun negara yang kuat.

 

 

Exit mobile version