Mahasiswa dan Pegiat Anti Korupsi di Nunukan Tegaskan Sikap Menolak Revisi UU KPK

Berbagai elemen kemahasiawaan dan para pegiat anti korupsi di Nunukan, Kalimantan Utara lakukan aksi menolak RUU KPK. (Foto: Eddy S/NUSANTARANEWS.CO)
Berbagai elemen kemahasiawaan dan para pegiat anti korupsi di Nunukan, Kalimantan Utara lakukan aksi menolak RUU KPK. (Foto: Eddy S/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Puluhan aktivis dari berbagai komponen kemahasiswaan yang ada di Nunukan, Kalimantan Utara menggelar aksi unjuk rasa menolak Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR RI. Massa menilai, RUU KPK adalah celah bagi para mavioso peradilan untuk memancapkan kuku intervensinya.

“Contohnya, adalah terkait penyadapan. Bahwa penyadap diharuskan minta izin dulu kepada lembaga Pengawas. Ini kan hal yang aneh,” ujar Koordinator Aksi Jamaludin, Kamis (19/9).

Menurutnya, keharusan meminta izin dalam menyadap target operasi tangkap tangan (OTT) adalah bentuk lain dari intervensi terhadap lembaga anti rasuah tersebut yang seharusnya menjadi lembaga independen.

“Nomor yang disadap itu tentunya adalah milik orang yang ditargetkan dalam OTT. Meminta izin kepada pihak lain dalam lakukan penyadapan adalah celah masuknya tekanan kepentingan pribadi dan misi politik,” tandas Jamal

Selain itu, KPK juga akan dipersekusi dengan pegawainya yang akan diangkat sebagai PNS. Pasalnya, PNS itu dibawah naungan birokrasi sehingga apabila KPK dibawah pemerintahan, maka indefendensinya akan terbatas bahkan berkurang.

Massa juga menyoroti perihal dibatasinya dalam mengelolah LHKPN yakni kekayaan pejabat negara. Apabila benar demikian, ungkap Jamal, KPK sangat berpotensi tidak mengetahui aliran dana yang akan masuk dan keluar dari rekening pejabat.

“Sehingga jika ingin melakukan pencegahan korupsi tidak dimungkinkan karena tidak diketahui aliran dana pejabat tersebut,” tuturnya.

Dalam akasinya tersebut, masa yang berasal dari perwakilan HMI Komisariat Tarbiyah Nunukan, PMII Komisariat Nunukan, GMKI, IMM, HIPMATIK, HMI Komisariat Politeknik Nunukan, BEM Poltek dan beberapa organisasi masyarakat sipil diantaranya PLH Kaltara,LSM Panjiku, LSM Libas, IP Institute, dan Republik Institute tersebut selain mengusung keranda sebagai simbol kematian, juga menyoroti 10 persoalan yang mereka anggap akan melemahkan KPK.

Kesepuluh poin dari tersebut adalah:

1. Kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam pelaksanaan dan kewenangan tugasnya
tetap independen.

2. Pembentukan Dewan pengawas.

3. Pelaksanaan penyadapan dibatasi.

4. Mekanisme penghentian penyidikan dan atau penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.

5. Koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum yang ada sesuai dengan acara hukum pidana Kepolisian, Kejaksaan atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi.

6. Mekanisme penggeledahan dan penyitaan.

7. Sistem kepegawaian KPK.

8. Kewenangan pengelolaan LHKPN dipangkas.

9. Keterbatasan penyidik.

10. Batas kewenangan KPK dalam menuntut perkara. (edy/snt)

Editor: Eriec Dieda

Exit mobile version