NUSANTARANEWS.CO – Tim Komisi Pemberabtasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar yang terletak di lantai 12 Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Penggeledahan itu diduga terkait kasus tindak pidana suap atas judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan.
Jubir MK, Fajar Laksono mengatakan penggeledahan dilakukan sejak Jumat dini hari sekitar pukul 02.00-06.00 WIB. Anggota tim KPK yang menggeledah berjumlah sekitar 5 orang.
“Ada sekitar lima orang (penyidik KPK) yang melakukan penggeledahan,” ujarnya di Jakarta, Jumat, (27/1/2017).
Selain itu, penggeledahan juga dilakukan di ruang kerja hakim panel I Dewa Gede Palguna dan Manahan Sitompul. Pasalnya kedua orang tersebut merupakan hakim panel yang menyidangkan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ini.
Dari penggeledahan tersebut, Ia menduga KPK membawa beberapa dokumen yang terkait dengan kasus menjerat Patrialis. Hanya saja, Ia belum mengetahui detailnya dokumen tersebut.
“Saya tidak tahu dokumen apa saja yang dibawa,” pungkasnya.
Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah di sejumlah lokasi di DKI Jakarta. Dari sejumlah lokasi tersebut, KPK mengamankan 11 orang.
Kemudian 11 orang itu digelandang dan menjalani pemeriksaan 1×24 jam. Setelah diperiksa KPK pun menaikan kasus tersebut dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan seiring dengan penetapan empat orang tersangka.
Mereka diantaranya, Hakim MK; Patrialis Akbar (PAK), Swasta perantara PAK; Kamaludin (KM), Importir Daging; Basuki Hariman (BHR), serta Karyawan Basuki; Ng Fenny (NGF). Dimana PAK dan KM berperan sebagai penerima suap sedangkan BHR dan NGF sebagai pemberi suap. Adapun suap untuk mempengaruhi putusan hakim atas judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan yang diajukan oleh Teguh Boediono.
Atas perbuatannya, Patrialis dan Kamaludin dijerat pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Sedangkan Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap disangka melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. (Restu)