NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) membawati beberapa Komite. Salah satunya adalah Komite teater. Pada masanya, Komite Teater memiliki program yang terbilang unggul, ialah “Temu Teater” dengan skala nasional.
Seiring berjalannya waktu, rupanya program ini tenggelam. Sementara di luar DKJ, acara temu teater masih dilakukan oleh sejumlah kolompok teater dari berbagai daerah.
Dalam laporan pengurus Komite Teater DKJ disebutkan bahwa, Temu Teater dalam usia relatif singkat, paling tidak telah memproduksi banyak hal, yaitu: pengetahuan teater, kritisi teater, mapping teater yang memunculkan kota-kota baru dalam teater Indonesia (Makassar dan Padang, selain Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Solo, dan Jakarta).
“Bertemunya para pekerja teater dari lingkungan beragam, berbagi pengalaman proses kerja teater, proses kreatif maupun konsep yang menjadikan perspektif teater mereka. Kita bisa mengikuti apa yang terjadi dengan medan teater di banyak kota di Indonesia,” tulisnya seperti dikutip dari laman resmi dkj.or.id, Sabtu (11/3/2017).
Dalam laporan tersebut juga disampaikan bahwa, program tersebut dihidupkan kembali oleh Komite Teater DKJ pada 2016. Pada 2017, Temu Teater mengusung tema Evakuasi, istilah yang mestinya terintegrasi dalam masyarakat yang hidup dalam geografi rawan bencana alam, seperti Indonesia.
“Lihatlah prosedurnya yang biasa digunakan dalam situasi darurat: Melakukan pemindahan ke wilayah aman. Tetapi bagaimana jika istilah ini mulai dikulik dalam medan produksi teater? Ditempatkan sebagai tema, arus utama rangkaian kerja, strategis maupun pendekatan untuk bagaimana “Temu Teater 2017” diwujudkan,” sambungnya.
Menurut laporan yang ada, deteksi dan alarm menjadi rujukan utama dalam melihat mata rantai medan produksi teater di Indonesia, hingga istilah Evakuasi dalam “dua muka pemindahan” antara “wilayah darurat” ke “wilayah yang diharapkan” mendapatkan software maupun aplikasinya. Platform yang digunakan melakukan deteksi adalah wilayah produksi pertunjukan dan produk si pengetahuan teater. Platform ini mempertanyakan: wacana apa yang dikembangkan dan disumbangkan teater dalam medan kebudayaan di Indonesia?
Diterangkan pula bahwa, tidak adanya ekosistem teater antara pelaku, sarana, pendidikan teater, kebijakan, media, jejaring kepentingan dan publik yang saling berelasi satu sama lainnya, merupakan sumber utama yang membuat produksi pertunjukan maupun wacana dalam teater tidak efektif dan tidak mendapatkan aktivismenya yang bisa diakses berbagai kalangan.
Adapun proses evakuasi yang dimaksud disampaikan akan banyak bergerak dalam tiga wilayah produksi: 1) Metode kerja proses produksi teater, dramaturgi (alur estetika, konteks lingkungan dan media), naskah dan riset, serta arsip; 2) Evakuasi digunakan sebagai pembacaan kritis terhadap titik-titik tegang antara “terminologi dan media”, “representasi dan presentasi”, “tubuh dan bahasa”, “makna dan noise“, “teater dan publik”, “pasar dan media teknologi”; dan 3) Hubungan produktif antara pelaku, kapital, logistik, kualitas kerja dan arsip. (dkj)
Editor: Sulaiman