NUSANTARANEWS.CO – KKP Akui Indonesia Masih Impor Ikan. Produksi ikan nelayan Indonesia terhitung sangat tinggi. Dua tahun lalu, tangkap ikan melonjak drastis mencapai 5.779.990 ton dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, kebijakan impor dari KKP sangat disayangkan sejumlah pihak. Anggota Komisi IV DPR Akmal Pasluddin misalnya mengungkapkan bahwa kebijakan impor ikan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah tindakan salah kaprah. Kebijakan itu, kata dia, telah melukai hati para nelayan kecil yang telah bersusah-payah mencari ikan.
Keluhan Akmal cukup logis. Sebabnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi mengungkapkan realisasi izin impor masih menyentuh angka 15 persen padahal Indonesia terkenal dengan hasil lautnya yang melimpah. “Antara permohonan dan izin yang terealisasi, realisasi hanya 15 persen dari izin yang diberikan,” kata Susi seperti dikutip Antara, Jakarta, Jumat (24/6/2016).
Baca: Impor, Pemerintah Dinilai Gagal Kendalikan Pasokan Ikan
Susi mengakui bahwa impor ikan memang rutin dilakukan Indonesia setiap tahun. Ia berdalih, impor ikan Indonesia pada tahun ini hanya baru dikeluarkan izinnya sekitar 2 bulan lalu, itu pun hanya dilakukan dengan waktu tertentu dan jumlah tertentu serta dalam periode waktu tertentu.
Kebijakan impor ikan ini memang disesalkan sejumlah pihak. Ambil contoh misalnya Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Mereka menyatakan penyebab impor ikan adalah akibat KKP yang tidak terbuka terkait data produksi ikan di Indonesia. KNTI juga menyebutkan kebijakan KKP sering merugikan nelayan. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi mengungkapkan bahwa penyebab utama impor tersebut dilakukan adalah tidak akuratnya data yang dimiliki oleh pemerintah terkait jumlah produksi ikan saat ini. Baca juga: KNTI: Kita Lakukan Impor, KKP Sembunyikan Data Soal Produksi Ikan
Untuk itu, Menteri Susi bertekad akan mengurangi terus ketergantungan impor ikan, termasuk pakan ikan (fish meal). “Sekarang ini selain impor menurun, impor fish meal kita menurun jauh. Berarti budi daya kita sudah mengurangi ketergantungannya pada impor,” ujar Susi. Ia menambahkan, ke depannya bakal ada persyaratan impor yang lebih ketat, yaitu harus ada catch certificate dari negara asal serta tidak boleh mengimpor dengan menggunakan kapal tramper. (Sego/Red)