NUSANTARANEWS.CO – Dalam acara tatap muka dan dialog antara masyarakat Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan pada 03 Agustus 2016 yang dipusatkan di Desa Sumantipal (Perbatasan RI-Malaysia) dengan Anggota Dr.Hj.Hetifah (Anggota DPR RI Komisi II), dr. Ari Yusnita (Anggota DPR RI Komisi VII) dan sejumal utusan Kementerian terkait, para Kepala Desa mengakui bahwa banyak warga yang memiliki IC (identity cart) Malaysia dan juga memiliki KTP Indonesia.
Menanggapi hal itu, Aktivis Pospera (Posko Perjuangan Rakyat) Kalimantan Utara Eddy Santry mengatakan, hal ini memang tidak bisa dibiarkan, namun masyarakat juga tidak bisa disalahkan. Karena kejadian ini sudah dilakukan warga selama beberapa puluh tahun yang lalu.
“Yang sangat saya sayangkan adalah kenapa saat ini baru terungkap dan selama ini sepertinya ada pihak-pihak yang menutup-nutupi. Padahal ini masalah serius negara dalam menjaga kedaulatan warganya. Bagaimana Pemerintah Pusat bisa menemukan solusi jika hal-hal se-vital ini justru seperti disembunyikan?,” papar Eddy Santry, di Nunukan, Kamis (4/8) malam.
Menurut Eddy, pihaknya kerap menemui warga yang justru nampak ketakutan ketika ditanya perihal kepemilikan IC ini. Hal ini salah satu penyebabnya adalah keterbelakangan informasi masyarakat di perbatasan yang dijadikan momentum untuk tujuan kepentingan pribadi.
“Sebagai Mata dan Telinga Jokowi di daerah, kami tak akan membiarkan hal ini. Kami akan laporkan investigasi kami ini ke DPP agar diteruskan ke Presiden Jokowi karna program Jokowi itu jelas, yakni Nawacita yang diantaranya membangun dari pinggiran agar tercipta kesejahteraan yang bersumber dari bangsa yang berkepribadian,” kata Aktivis di bawah naungan Ormas yg terkenal loyal dan dekat dengan Presiden Jokowi tersebut.
Dari berbagai sumber yang dihimpun, masyarakat Perbatasan khususnya Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan memang banyak memiliki IC atau Identity Cart Malaysia hanya untuk mendapatkan BR1M (Bantuan Rakyat 1 Malaysia) yang nominalnya bervariasi antara 400-500 Ringgit Malaysia 3 dan 6 bulan. Dan secara letak geografis memang untuk menjangkau kota-kota di Sabah (Negeri bagian Malaysia) tersebut terbilang sangat dekat yakni hanya ditempuh dengan waktu 15 menit menggunakan perahu. Sedangkan untuk menuju Mensalong (kota kecamatan paling dekat) harus ditempuh dengan memakan waktu 4-5 jam perjalanan sungai.
Pada kesempatan yang sama, Anggota DPRD Provinsi Kalimanta Utara (Hermanus S.Sos) mengatakan bahwa, untuk mengantisipasi permasalahan di Perbatasan yang salah satunya adalah masalah IC atau kewarganegaraan ganda itu sebenarnya mudah. “Yaitu dengan mendekatkan politik ekonomi agar tercipta sumber pendapatan bagi masyarakat atau mengupayakan swasembada bagi masyarakat dan solusi paling tepat adalah membentuk DOB (Daerah Otonomi Baru),” paparnya.
Sebagaimana diketahui bahwa saat ini hampir mayoritas Masyarakat di wilayah 6 Kecamatan tersebut meminta Pemerintah Pusat agar segera membentuk DOB Kabudaya Perbatasan sebagai Kabupaten.
“Dengan terbentuknya DOB akan tercipta pelayanan publik yg dapat menyentuh langsung ke masyarakat dan dari segi SDA maupun SDM. Kami sudah sangat siap! Wilayah kami ini dimekarkan dan ini bukan semata-mata hanya untuk kesejahteraan masyarakat Kabudaya. Melainkan juga untuk memperkuat kedaulatan NKRI,” pungkas Politisi Partai NasDem itu. (ES/Red-02)