Keterbatasan Pemerintah Bayar Utang Dalam Mata Uang Asing Picu Kekhawatiran

Nilai Tukar Rupiah (Ilustrasi/Istimewa)

Nilai Tukar Rupiah (Ilustrasi/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Hasil laporan Kemeterian Keuangan Indonesia mengenai utang pemerintah tembus mencapai Rp 4.034,8 triliun memunculkan kekhawatiran di banyak kalangan. Kekhawatiran muncul salah satunya dari mantan Menteri Keuangan RI, Fuad Bawazier.

Dirinya khawatir utang pemerintah yang naik 13,46% per Februari 2018 lalu ini akan membengkak, karena kurs rupiah cenderung melemah. Sehingga ini diperlukan uang dari pendapatan pajak lebih besar lagi untuk pembayaran utang dalam valas.

Situasi ini akan semakin diperburuk mengingat keterbatasan valas untuk membayar utang dalam mata uang asing. Menurut pria kelahiran Tegal 1949, setidaknya ada lima hal mengenai keterbatasan valas membayar utang dalam bentuk mata uang asing.

Pertama, neraca perdagangan Indonesia dalam tiga bulan terakhir terus berada dalam tren defisit. Tercatat dari Desember sampai Februari 2018 mengalami defisit total USD1,1Miliar atau rata rata USD364juta.

Kedua, kenaikan cadangan devisa yang bersumber dari utang luar negeri dan hot money yang sewaktu-waktu mudah ditarik keluar negeri.

Ketiga, tax ratio yang rendah tetapi cenderung menurun yang mengindikasikan kedepan kemampuan pemerintah akan menurun dalam memenuhi kewajiban pembayaran utangnya.

Keempat, sektor industri yang merupakan penyumbang pajak (tax revenue) sebesar 31% cenderung menciut karena terjadinya de-industrialisasi yaitu dari 28% (1997) menjadi 20% PDB (2017).

Kelima, kenaikan anggaran 2018 untuk subsidi seperti listrik dan BBM yang akan membebani ekstra APBN karena Presiden Jokowi ingin menjaga dukungan politik rakyat dalam menghadapi pemilu 2019.

“Cepat atau lambat pasar akan menyadari bahwa pemerintah akan memasuki masa-masa sulit untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya,” ungkap Fuad Bawazier dikutip dari keterangannya.

Editor: Romadhon

Exit mobile version