Opini

Kalkulator Pemenangan Pilpres 2019

elektabilitas cawapres, calon wakil presiden, cawapres lembaga survei, cawapres kandas, cawapres 2019, capres 2019, nusantaranews
Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2019, Prabowo Subianto-Sandiaga Solahuddin Uno dan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin. (Foto: Istimewa/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO – Deklarasi pasangan Pilpres telah digelar. Pilpres 2019 memang penuh rasa. Bertanya siapa ketua tim pemenangan kedua capres–cawapres. Program apa yang hendak ditawarkan hingga strategi jitu yang dipakai untuk membuat lawan lemas lunglai. Debat terbuka pun menjadi gelanggang politik yang siap dinanti dan disaksikan jutaan umat. Media sosial pun tak luput dijadikan ajang adu gagasan kedua kontestan.

Berita politik selalu menarik diulik. Untuk pecalonan saja sudah berlangsung begitu dramatis. Apatah lagi sudah memasuki masa perlombaan. Persaingan semakin sengit. Tensi politik pun bisa meningkat tajam hingga mengaduk–aduk perasaan. Perbedaan komposisi pendukung Jokowi dan Prabowo memiliki arti tersendiri bagi pendukung. Prabowo–Sandi yang berlatar militer–pebisnis, serta Jokowi–Ma’ruf yang berlatar nasionalis–agamis menjadi bahan perbincangan semua kalangan.

Prabowo–Sandi yang lekat dengan massa pro Islam begitu percaya diri bisa menjadi pemenang kontestasi. Apalagi pencapresan Prabowo mendapat restu dari ulama. Pun dengan Jokowi. Memilih pendamping dari ulama dianggap mampu mendongkrak suara dan merangkul semua kalangan. Sebab, track record pemerintahannya terhadap umat Islam tidak terlalu baik sejak kasus Ahok bergulir.

Baca Juga:  Menyehatkan RSUD Nunukan, Bupati Harus Mereformasi ManaJemen RSUD

Kemenangan Pilpres tentu bukan sekadar tentang siapa capres dan cawapresnya. Namun ada banyak hal yang turut mempengaruhi kemenangan masing–masing paslon dalam arena pertarungan.

Pertama, faktor suara. Suara rakyat menjadi faktor utama kemenangan. Sebab, tanpa suara rakyat pelaksanaan demokrasi dianggap tak sehat. Vox Populi Vox Dei. Begitu bunyi yang tersurat dalam demokrasi. Merebut suara ‘Tuhan’ menjadi penting dalam gelaran pemilu.

Keputusan Jokowi menggandeng Rais Am PBNU dianggap sebagai strategi untuk mendulang suara mayoritas umat. Kepedulian oposisi terhadap isu–isu keumatan juga dianggap sebagai langkah taktis merebut simpati umat. Habib Rizieq Shihab (HRS) yang menjadi tokoh sentral 212 pun tak lepas dari perkara ini. Kunjungan berbagai kalangan politisi ke kediaman HRS di Arab Saudi menyiratkan bahwa restu sang Imam memang diperhitungkan.

Meraih simpati Imam Besar sama halnya mendapat tempat di hati umat. Belakangan diketahui KH. Ma’ruf Amin pun berencana melakukan kunjungan ke kediaman HRS selama berhaji.

Kedua, latar belakang militer. Sekalipun militer harus bersikap netral, tapi sosok berlatar militer masih menjadi asumsi kuat bahwa negara akan kokoh bila dipimpin oleh pemimpin kuat. Pemimpin kuat itu ada pada sosok berlatar militer. Sosok pemimpin berlatar milter juga dianggap mampu membawa perubahan warna pada model kepemimpinan. Hal ini pula yang mendasari kalangan oposisi mencalonkan Prabowo kembali.

Baca Juga:  Kepengurusan Pusat PWI Makin Runyam, Dewan Kehormatan Pecat Sekjen Sayid Iskandarsyah

Tim pemenangan Prabowo pun diduga bertabur kalangan militer, satu di antaranya Djoko Santoso. Ia santer menjadi calon kuat sebagai ketua tim pemenangan Prabowo–Sandi.

Ketiga, isu ekonomi. Hal yang paling disorot selama masa pemerintahan Jokowi adalah masalah ekonomi. Kenaikan BBM, rupiah melemah, impor pangan hingga utang negara yang triliunan masih menjadi persoalan berat yang tak mampu dijawab oleh rezim Jokowi. Ini menjadi peluang bagi oposisi untuk menawarkan solusi menyelamatkan ekonomi dari keterpurukan. Isu ini pun mejadi fokus program masa kampanye Prabowo-Sandi. Bahkan Sandiaga Uno tengah mempersiapkan program OK OCE skala nasional. Artinya, problem ekonomi akan menjadi bahan adu program masing–masing paslon.

Keempat, faktor logistik. Siapapun tahu politik demokrasi itu berbiaya mahal. Bahkan Prabowo pernah menggalang dana untuk pencalonannya. Logika politik demokrasi membutuhkan suntikan dana yang tidak sedikit. Tanpa modal, kampanye menjadi minimalis. Tanpa logistik, jalan kemenangan menjadi sulit. Sebab, pernak-pernik kampanye dan tim sukses membutuhkan biaya operasional yang cukup besar. Alhasil, logistik menjadi faktor krusial atas keberlangsungan kampanye para paslon.

Baca Juga:  Kendaraan Lapis Baja NATO Akhirnya Mencapai Moskow

Akankah keempat faktor itu mampu lahirkan pemimpin harapan? Mampukah mengemban tampuk kekuasaan yang bersih dari berbagai kepentingan partai dan kekuatan ideologi global?

Umat harus cermat. Cermat melihat dan menimbang sosok pemimpin teladan yang mampu menjawab tantangan masa depan. Umat juga harus cerdas. Cerdas melihat akar persoalan. Tak mudah terjebak dengan rayuan dan janji gombal. Tak surut menggaungkan kepemimpinan ideal karena recehan rupiah.

Pemimpin itu pelaksana atas sistem yang bekerja. Lihat, dengar, rasakan. Persoalan negeri ini bukan sebatas ganti pemimpin, tapi sistem yang menaungi yang menjadi biang masalahnya. Tetap waspada, cermat, dan cerdas. Jangan sampai salah menyalurkan suara lalu berujung pada PHP lagi!

Penulis: Chusnatul Jannah, Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Catatan: Artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis seperti yang tertera, dan tidak menjadi bagian dari tanggungjawab redaksi nusantaranews.co

Related Posts

1 of 3,074