Artikel

Mengungkap Kaderisasi PMII dari Masa ke Masa

Bendera PMII
Bendera Merah Putih dan Bendera PMII. (Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kemahasiswaan dalam bingkai pergerakan yang berhaluan pada nilai-nilai keislaman ahlusunnah wal jama’ah. PMII merupakan organisasi yang sering didengungkan sebagai organisasi terbesar di Republik Indonesia dengan jumlah 230 cabang tingkat Kabupaten atau Kota dan 24 Koordinator Cabang tingkat Provinsi. Ini berdasarkan data yang diterima pada tahun 2017 usai Pengukuhan Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) di Jakarta.

Dari seluruh angka yang disebutkan, Cabang Jakarta Timur menjadi salah satu yang melengkapi kesempurnaan dari angka tersebut. Cabang yang berada di Provinsi DKI Jakarta, atau lebih tepatnya sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia ini berusaha ingin mengungkap dan menilik fokus kaderisasi PMII dari masa ke masa.

Dari judul di atas penulis akan mengimbau untuk sedikit memaksa dengan mendaulatkan bahwa PMII harus besar di DKI Jakarta. Mengapa demikian? Selain menjadi tempat pusat segala hal, PMII di DKI Jakarta terbilang sudah cukup tua, mulai dari segi usia maupun kemapanan pengalaman yang dimiliki. Terbukti, dari rahim wilayah ini PMII di DKI Jakarta mampu melahirkan dan menciptakan tokoh dan para figur yang dapat dipertanggungjawabkan ke-integritasannya. Namun, tidak kemudian atas pencapaian yang didapat itu menjadi kebanggaan yang agung. Sebab, keindahan di masa lalu hanya akan memperkosa kita di masa depan.

Menetapkan PMII harus besar di DKI Jakarta tentu bukan hanya sekadar untaian kata dari barisan huruf yang dipertontonan. Ada niat dan keikhlasan yang mesti diperjuangkan. Dalam hal ini, ada yang perlu di-upgrade terkait disorientasi kaderisasi, juga rendahnya agresifitas organisasi, serta berkurangnya nalar kritis. Maka, atas poin yang demikian, PMII di DKI Jakarta perlu menyandang status warning.

Di umurnya yang telah menginjak 58 tahun sejak 1960, dari hasil analisis sekurang-kurangnya terdapat tiga fase iklim yang diterima oleh organisasi berwarrna biru dan kuning ini. Pertama, kisaran tahun 1960 hingga 1985, pada proses perjalanan keislaman di tahun ini masih tradisional dan cenderung asing dengan modernitas, tentu hal yang demikian mengikuti dengan situasi dan kondisi yang ada pada tahun-tahun tersebut. Hingga hanya tinggal sekali dan dua kali, perihal niat dan ikhlas dalam proses perjuangan langgeng di dengungkan, untuk PMII dan juga NU berperan dan berkontribusi untu cita-citanya demi kemaslahatan umat.

Kedua, memasuki tahun 1985 hingga 2000-an, kelompok-kelompok Islam tradisional yang cenderung asing dengan modernitas mulai terbuka untuk bertransformasi menuju modernitas secara perlahan namun pasti. Sesuatu yang menjadi kegelisahan bersama bagi warga nahdliyyin pada tahun-tahun sebelumnya, terselamatkan oleh tokoh sentral pada masanya yaitu KH Abdurrahman Wahud atau yang biasa disapa Gus Dur.

Atas segala sumbangsih tenaga, waktu dan pikiran yang beliau dedikasikan dengan penuh niat dan keikhlasan yang jernih dan tulus, mampu membuka gerbang dan juga jendela dalam mengindahkan cita-cita bersama dengan ruh kemaslahatan. Terbukti, melalui peran NU yang diprakarsainya, ketika berpindahnya fase orde lama menuju reformasi, menjadi figur dan tonggak terbukanya jalan menuju sistem yang sampai saat ini masih bisa kita rasakan.

Ketiga, fase yang saat ini sedang kita semua jalani dan rasakan khususnya bagi warga nahdliyyin, yaitu situasi menuntut kita untuk bersikap. Melalui sikap tersebut, maka sistem harus dan mampu kita kuasai. Dari sinilah makna kaderisasi dari mulai fase hingga menuju pasca dapat terorganisir, hingga pada akhirnya semua yang telah diraih semata-mata adalah bekal untuk kita mengabdi terhadap NU, bangsa dan juga negara.

Namun, melihat kenyataan ini tentu belum semua pemikiran orang dapat melek dan mendetail untuk menerima situasi kekinian. Bukan karena tidak tersampaikan dan terjamah. Kendati demikian, diduga bahwa pemikiran kita belum sampai ke sana, atau paling parahnya memang diri kita yang belum siap menerima perubahan. Bila dikatakan paling mudah, kalau zaman yang diperjuangkan oleh Gus Dur musuhnya adalah Orba dan senjatanya adalah Reformasi, maka sekarang tetap saja yang dilakukan oleh banyak kalangan, yang terus-terusan berpaku dan menekan dengan senjata yang sama padahal sekarang musuhnya sudah berbeda.

Bila dianalogikan seperti rumah, pada fase pertama 1960-1985 rumah PMII tertutup rapat baik pintu maupun jendelanya. Pada fase kedua tahun 1985-2000 rumah PMII mulai terbuka baik pintu maupun jendelanya, dan fase ketiga sejak tahun 2000 hingga sekarang rumah PMII bisa dikatakan sudah tidak mempunyai pintu dan juga jendela. Semua terlihat bebas dengan kebebasan berpikir dan bertindak yang tidak karuan. Padahal, Sebagaimana yang pernah di dawuhkan oleh KH. Hasyim Muzadi bahwa kebebasan berpikir itu harus, namun tidak dengan kebebasan bertindak. Yang perlu dilakukan oleh PMII adalah mampu menutup salah satunya diantara pintu atau jendela. Tidak bagus bila tertutup kedua-duanya dan akan lebih buruk kalau terbuka dua-duanya.

Melalui serangkaian analisis ini, penulis berharap semoga apa yang menjadi problem kita bersama yang mendasar mengenai disorientasi kaderisasi mulai diperjuangkan, agresifitas organisasi mulai ditingkatkan serta berkembangnya nalar kritis harus tetap terjaga, namun dengan sikap dan etika yang sesuai dengan tindakan sebagaimana mestinya.

Sebagai kalimat penutup, penulis tentu sangat berharap dan siap memperjuangkan bahwa PMII di DKI Jakarta harus mampu mewarnai PMII secara nasional.

Penulis: Robiatul Adawiyah, Ketua Cabang PMII Jakarta Timur Masa Khidmat 2018-2019. Tulisan ini buah hasil dari kegiatan Workshop Kaderisasi dan Upgrading yang diselenggarakan oleh PC PMII Jakarta Timur 2018-2019, yang dihadiri oleh para pembicara di antaranya Aminuddin Ma’ruf (Ketua Umum PB PMII 2014-2017), Wage Wardana (Alumni PMII Jakarta Timur dan Sejarawan), Faikar Romdhon (Wasekjend PB PMII 2017-2019), Zaky Mahendra Zulkarnaen (Ketua Cabang PMII Jakarta Timur 2014-2015), Dimas Sundawa (Sekretaris PKC PMII DKI Jakarta 2017-2019), dan Saman (Sekretaris Kaderisasi PB PMII 2017-2019)

Related Posts

1 of 3,060