NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengubahan status Jembatan Suramadu dari jembatan tol biasa menjadi non tol oleh calon presiden Joko Widodo pada Sabtu (27/10) lalu berbuntut panjang. Kebijakan Jokowi ini dinilai erat kaitannya dengan kepentingan Pilpres 2019.
Pembebasan tarif Jembatan Tol Suramadu dipandang sebagai upaya Jokowi merebut suara pendukung Prabowo Subianto di Madura, Jawa Timur. Diketahui, Pilpres 2014 lalu pasangan Prabowo-Hatta berhasil meraup suara cukup signifikan di Bangkalan (81%), Pamekasan (73%), Sumenep (57%) dan Sampang (74%).
Dengan kondisi tersebut, maka Jokowi dinilai sangat berkepentingan untuk merebut suara demi kepentingan Pilpres 2019. Salah satu caranya, membebaskan tarif tol di Jembatan Suramadu.
Setidaknya, fakta itulah yang menjadi latar belakang Forum Advokat Rantau (FARA) kemudian melaporkan Jokowi ke Bawaslu sebagai pelanggaran kampanye atau kampanye terselubung.
“Patut diduga hal tersebut adalah pelanggaran kampanye (kampanye terselubung) karena dilakukan langsung di Jembatan Suramadu dan pada masa kampanye serta diviralkan melalui media massa,” ujar pelapor atas nama Rubby Cahyady, anggota FARA melalui keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Menurut Rubby, Jokowi adalah seorang calon presiden untuk periode 2019-2024 yang kebetulan tengah menjabat sebagai presiden periode 2014-2019.
“Terlebih di saat peresmian tersebut banyak yang menunjukkan simbol salam satu jari, yang merupakan citra diri Pak Jokowi selaku Capres RI,” kata Rubby.
Dia menuturkan, FARA menjalankan salah satu fungsinya untuk mewujudkan Pemilu yang jujur, bersih, adil dan bermartabat. “Dengan ini melaporkan dugaan kampanye terselubung yang dilakukan oleh Pak Jokowi tersebut, dikarenakan berpotensi merugikan peserta Pemilu lainnya, sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 282 juncto Pasal 386 juncto Pasal 547 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” jelas Rubby.
Pewarta: Banyu Asqalani
Editor: Almeiji Santoso