Pahlawan Bela Negara
:Zayyin Achmad 86
Bermula pada kemalasan
Pria selalu mendengku dalam tidur
Neng selalu menjemput sekejar mimpi
Sambil membawa puisi untuk bidadari
Seketika datang ia membuka lembaran demi lembaran
Begitu terbuka bidadari akan di dengarkan oleh engkau
Sepucuk bunga melati dipetik bangsa dijajah
Bidadari memampar wajahmu
Bangun secara tiba-tiba matahari
Matahari sudah terbit dari tadi
Terburu-buru keluar rumah
Perjalanan akan dipercepat
Tidak sempat makan dan minumn
Tiba di sini tubuh semakin semamput
Langsung pingsan tanpa sepengetahuan dari mereka
Pahlawan bela negara
Terbilang bebas dari penjajah
Selamatkan bangsa dalam tumpah darahku
Hanya bendera telah dipegang
Surabaya, 3 November 2016
Jangan Kau Gadaikan Negaraku
Indonesia
Permata indah nan kilau rupawan
Negeri dengan sejuta padu padan
Menindas segala batas perbedaan
Indah memang
Dengan kekayaan yang bergelimang
Terkadang membuat persatuan terasa sumbang
Atau toleransi yang kian meremang
Kita ini negara berbhineka
Bukan negara boneka
Jangan hanya tunduk pada mereka
Yang hanya mengadu domba
Demi istana dan mahkota
Percuma saja…
Dulu kita serukan kata merdeka
Jika kini anak bangsa saling menikam cula
Hingga hilang sanubarinya
Percuma saja
Dulu mereka gugur remaja
Jika anak cucunya menggadaikan kemerdekaannya
Dengan meminum darah saudara
Ayo kawan
Kita rapatkan barisan
Kita jaga persatuan
Tuk seragamkan perbedaan
ASIS, 2017
Catatan 4 November 2016
November adalah bulan pahlawan
Namun akhir-akhir ini politik telah memanas
Ribuan demo telah menanti
Indonesia telah mengancam nyawa kota
Mengumpat pertahanan dan keamanan negara
Himpitlah benang merah
Mengikat pada tubuh merasa sakit
Kumpullah di tempat yang berkuasa
Inilah ku tunggu-tunggu
Empat November menjadi tanggal penuh tragedi
Hukum akan datang menemuimu
Timbangan siap diperiksa
Selamanya tiada pilihan
Hanya tuhan menghukumi dia
Umat serasa bangkit dari pelecehanmu
Langit bersaksi
Surabaya, 1 November 2016
Gemparkan Indonesia
Indonesia telah menanti anda
Rakyat menunggu di hadapan pahlawan kita
Menyerukan asma Allah
Menjeratkan kafir ke dalam hukum
Teganya menistakan agama
Menderai kita sambil bertakbir
Langkahkan air mengikat kehidupan
Memikat hati lumpuhkan tokoh yang kejam
Membentang purnama akhiri dengan kesedihan
Jangan menduga orang ini semacam penjajah
Ku minta mundurlah jadi Jabatan
Dan jangan menganggu pemimpin karena kau
Usirlah bila keterpaksaan
Surabaya, 1 November 2016
Usirlah Mulut yang Melebar
Betapa aktivitas begitu sebentar
Mulut begitu terbuka
Lalu melebar lagi dan lagi
Angin begitu keluar secara sendirinya
Bayangkan mulut singa begitu menguap
Seperti mulut yang melebar setiap waktu
Tidak mungkin tertutup dengan tangan
Di tempat beribadah tidak sopan
Syaitan melebarkan mulut saat beribadah
Semua orang tidak sadar
Buka mulut juga melanggar etika
Bayangkan sesudah mulut melebar
Langsung tidur dalam waktu singkat
Usirlah dengan tangan menutupi mulut
Kau yakin angin tidak keluar
Melainkan lindungi dari lingkungan syaitan
Surabaya, 2 November 2016
Ahmad Radhitya Alam, lahir di Blitar, pada tanggal 2 Maret 2001. Siswa SMAN 1 Talun dan santri di PP Mambaul Hisan Kaweron. Penulis bergiat di Teater Bara SMANTA. Karyanya termaktub dalam beberapa antologi puisi dan dimuat di Majalah MPA, Buletin Jejak, Radar Surabaya, Flores Sastra, RiauRealita.com, Radar Mojokerto, Harian Amanah, Read Zone, dan Malang Post.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com.