NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies (IRESS), Marwan Batubara mengungkapkan, bahwa langkah Pemerintah yang merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang dapat dikembalikan bagi Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) pada dasarnya sangatlah bagus, terlebih lagi soal pemberian insentif kepada para kontraktor.
Namun, Marwan menjelaskan, pemberian insentif ini tidak juga secara otomatis dapat meningkatkan gairah investasi. Pasalnya, lanjut Marwan, ada hal lain yang menjadi faktor penentu para investor mau menginvestasikan uangnya pada sektor migas di Indonesia.
“Ada hal yang lain seperti soal perizinan. Jadi, tidak bisa juga kita berharap bahwa begitu nanti PP tersebut keluar nanti akan meningkat jumlah investasi, itu tidak otomatis terjadi karena faktornya ada banyak dan macam-macam,” ungkapnya saat ditemui di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat (30/9).
Selain soal perizinan, Marwan menambahkan, faktor lainnya adalah terkait harga minyak global yang masih belum stabil. “Ada faktor di Pemerintah sendiri soal izin, ada juga faktor lain di luar itu, ya, misalnya harga minyak global,” ujarnya.
Sehingga, berapapun insentif yang diberikan oleh Pemerintah kepada para kontraktor, selama perizinannya masih merepotkan dan harga minyak global masih rendah, maka peningkatan investasi pun sulit terealisasi. “Karena secara ekonomi itu tidak layak, kenapa tidak layak? Karena harga migas dunia itu masih rendah gitu,” kata Marwan.
Kendati demikian, Marwan mengapresiasi langkah Pemerintah yang telah memperbaiki PP 79 tersebut. “Tapi kalau soal ada perbaikan itu bagus, misalnya waktu eksplorasi tidak dikenakan pajak. Dulu kan orang masih eksplorasi belum tentu dapat temuan migas sudah dikenakan pajak, kan ini nggak benar dan hal ini juga sudah lama dikomplain. Ini sangat terlambat sebetulnya, orang bicara ini mungkin sudah 5/6 tahun yang lalu. Tapi okelah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” ujarnya.
Seperti diketahui, Pemerintah telah memasukkan lima poin ke dalam revisi PP Nomor 79 Tahun 2010. Kelima poin tersebut yaitu, pertama, Pemerintah memberikan fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yang mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor dan bea masuk serta PPN dalam negeri dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Kedua, seperti di masa ekplorasi, fasilitas serupa diberikan di masa eksploitasi. Hanya, kali ini dalam rangka pertimbangan keekonomian proyek. Ketiga, pemerintah membebaskan PPh Pemotongan atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) oleh kontraktor. Hal ini dalam rangka memanfaatkan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat.
Keempat, ditetapkannya kejelasan fasilitas nonfiskal yang meliputi investment credit, depresiasi dipercepat, dan DMO holiday. Kelima, pemerintah menetapkan konsep bagi hasil penerimaan negara berupa sliding scale. Di sini, pemerintah bisa memperoleh bagi hasil yang lebih tinggi apabila terdapat kenaikan harga minyak yang signifikan (windfall profit). (Deni)