Integrasi Industri Nasional dalam Global Value Chain

Ilustrasi industri manufaktur Indonesia. Foto: Antara

Ilustrasi industri manufaktur Indonesia. Foto: Antara

NusantaraNews.co, Jakarta – Kementerian Perindustrian mencatat, sumbangan industri makanan dan minuman kepada PDB industri nonmigas mencapai 34,95 persen pada triwulan III/2017. Hasil kinerja sektor tersebut sebagai kontributor PDB industri terbesar dibanding subsektor lainnya.

“Pelaku industri ini sangat banyak di Indonesia, tidak hanya skala besar, tetapi juga telah menjangkau di tingkat kabupaten untuk kelas industri kecil dan menengah (IKM). Bahkan, sebagian besar dari mereka sudah ada yang go international,” papar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam siaran pers Kemenperin, seperti ditulis nusantaranews.co, Sabtu (6/1/2017).

Airlangga mengatakan, kelompok yang menggunakan teknologi tinggi di antaranya adalah industri komputer dan mesin perkantoran, industri semikonduktor dan elektronik, serta industri alat kedokteran, pengukuran dan optik.

“Nilai tambah dari sektor ini secara global sekitar delapan persen. Kekuatannya ada di R&D, modal, trade intensity, dan value intensity,” tutur Menperin.

Pemerintah gencar menekankan pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN). Hal ini dikuatkan dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

Untuk kategori padat karya, lanjut ketua umum partai golkar itu, meliputi seperti industri tekstil, produk pakaian dan kulit, furnitur, perhiasan, dan mainan. “Sektor ini menyumbangkan nilai tambah hanya tujuh persen, karena seiring kemajuan teknologi yang pesat seperti otomasi di sektor manufaktur,” ujarnya.

“Fasilitas tax allowance yang akan diberikan untuk sektor padat karya, dihitung dengan basis jumlah tenaga kerjanya. Kalau mereka mempekerjakan sebanyak 1.000, 3.000 atau di atas 5.000 tenaga kerja itu akan diberikan skema tax allowance tersendiri. Ini sedang kami bahas dengan Kementerian Keuangan, yang diharapkan industri padat karya kita semakin kompetitif di tingkat global,” imbuh Airlangga.

Bahkan, lanjut Menperin, pihaknya juga telah mengajukan pemberian insentif fiskal bagi industri yang mengembangkan pendidikan vokasi dan pusat inovasi. Untuk industri yang melaksanakan program vokasi, akan mendapat insentif pajak 200 persen. Sementara, industri yang membangun pusat inovasi akan mendapat insentif pajak 300 persen.

“Strategi pembangunan industri yang berkelanjutan difokuskan pada peningkatan nilai tambah melalui inovasi dan pengembangan teknologi industri, pengembangan pola produksi yang dapat mengurangi pemborosan sumber daya, serta mengintegrasikan industri nasional dalam global value chain,” tandas Menperin Airlangga.

Baca: Peran Industri Nasional di Sektor Manufaktor Global

Pewarta/Editor: Achmad S.

Exit mobile version