NUSANTARANEWS.CO – Setelah mendapat kecaman karena dianggap melecehkan Rais Aam PBNU KH Makruf Amin, kini publik menyoroti rekaman yang disebutkan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat persidangan ke-8 kasus penistaan agama, Selasa (31/1/2017). Rekaman tersebut dikatakan Ahok berisikan percakapan antara kiai Makruf dengan Ketua Umum DPP Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berbagai pertanyaan mengemuka mengenai asal rekaman. Jika rekaman itu dapatkan dari hasil menyadap, dapat dipastikan Ahok tidak memiliki kewenangan.
Sejauh ini, Undang-Undang hanya memberikan penyadapan terhadap aparat lembaga negara tertentu. Sedangkan seorang Gubernur yang pernah menjadi jabatan Ahok atau pengacaranya tidak memungkinkan haknya untuk menyadap.
Sehingga, muncul spekulasi rekaman yang dimaksud dalam klaim Ahok dipersidangan sangat mungkin berasal dari intelijen.
Namun sejauh ini, Ahok hanya beropini tentang rekaman saat persidangan. Pasalnya, sampai saat ini rekaman tersebut tidak pernah dibuktikan seperti apa bentuknya.
Anggota Komisi I DPR Fraksi PKB Arvin Hakim Thoha turut mempertanyakan asumsi rekaman perbincangan kiai Makruf dan SBY yang diopinikan Ahok. Ia menegaskan pihak Ahok tidak memiliki kewenangan merekam atau mengetahui urusan prifasi seseorang.
“Mau siapa saja silahkan. Kalo intelejen manapun silahkan. Tapi Ahok dan pengacaranya tidak punya kewenangan soal itu,” ungkapnya kepada Nusantaranews di Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Arvin menegaskan agar Ahok tidak bicara sembarangan. Menurutnya, Ahok dapat diancam melanggar hukum UU ITE nomor 11 tahun 2008 yang sudah direvisi menjadi UU nomor 19 tahun 2016. “Pingin masuk penjara dia… nyadap orang…..” terangnya. (Hatim)