Ini Empat Temuan BPK yang Dimuat di IHPS II Tahun 2016

Ketua BPK, Harry Azhar Azis/Foto Istimewa/nusantaranews

Ketua BPK, Harry Azhar Azis/Foto Istimewa/nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan signifikan dalam pemeriksaan atas pengelolaan rantai suplai, percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 Mega Watt (MW), dan penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional (JSN) Ketenagakerjaan. Temuan tersebut merupakan bagian dari hasil pemeriksaan BPK yang dimuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2016.

IHPS II Tahun 2016 merupakan ringkasan dari 604 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester II tahun 2016. LHP tersebut meliputi 81 LHP (13%) pada Pemerintah Pusat, 489 LHP (81%) pada Pemerintah Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta 34 LHP (6%) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya. Berdasarkan jenis pemeriksaan, LHP dimaksud terdiri atas 9 LHP (1%) keuangan, 316 LHP (53%) kinerja, dan 279 LHP (46%) dengan tujuan tertentu (PDTT).

Ketua BPK, Harry Azhar Azis, pum telah menyerahkan IHPS II Tahun 2016 tersebut kepada Pimpinan DPR RI pada hari Kamis (6/4/2017) di Gedung DPR/MPR RI. Harry mengungkapkan, hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan rantai suplai pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang belum didukung sistem pengendalian intern yang memadai dan belum dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sedangkan atas proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW 2006-2015 menyimpulkan bahwa PLN belum mampu merencanakan secara tepat dan belum mampu menjamin kesesuaian dengan ketentuan dan kebutuhan teknis yang ditetapkan,” ungkap Harry Azhar seperti dikutip dari siaran pers, Jakarta, Kamis (6/4/2017).

Menurut Harry, permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Balai Karimun, PLTU Ambon, PLTU 2 NTB Lombok, dan PLTU 2 Kalbar terhenti (mangkrak) dan PLTU 1 Kalbar yang berpotensi mangkrak.

“Hal ini mengakibatkan pengeluaran PLN Rp604,54 miliar dan US$78,69 juta untuk membangun PLTU tersebut tidak memberikan manfaat. PLN juga belum mengenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pembangunan PLTU sebesar Rp704,87 miliar dan US$102,26 juta,” ujarnya.

Sedangkan terkait JSN Ketenagakerjaan, Harry menjelaskan, masih ada permasalahan yang perlu mendapat perhatian, diantaranya soal ketidaksinkronan UU Nomor 24 Tahun 2011 dengan peraturan terkait jaminan sosial, perbedaan manfaat atas berbagai jenis peserta jaminan sosial, serta dualisme makna pensiun dalam program Jaminan Hari Tua (JHT) dan program Jaminan Pensiun.

Selain ketiga masalah tersebut, lanjut Harry, temuan lain yang dimuat di dalam IHPS II Tahun 2016 adalah tentang pemeriksaan kinerja terkait pengelolaan kas pemerintah. Harry mengatakan, hasil pemeriksaan menunjukan bahwa kewenangan dan lingkup, manajemen perencanaan kas, serta pengelolaan saldo kas belum efektif untuk menjamin likuiditas dan optimalisasi kas pemerintah.

“Salah satunya ditunjukan dengan adanya 8.251 rekening pemerintah senilai Rp17,97 triliun per 31 Oktober 2016 yang tidak tercatat dalam penatausahaan rekening pemerintah,” katanya menambahkan. (DM)

Editor: Romandhon

Exit mobile version