NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Tren meningkatnya impor tenaga kerja asing (TKA) secara besar-besaran ke tanah air oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terus jadi sorotan tajam dari para pengamat dan pakar ekonomi. Pasalnya, disaat negara-negara lain tengah sibuk melakukan pengetatan untuk melindungi kesejahteraan warganya, seperti Inggris dengan brexitnya serta Amerika dengan proteksionisme, Indonesia sebaliknya. Bahkan terbaru Presiden Jokowi memperbolehkan warga negara asing duduki jabatan strategis di BUMN.
Situasi impor TKA saat ini, menurut pengamat politik ekonomi Indonesia, Ichsanuddin Noorsy gejalanya mirip dengan situasi di Amerika tahun 2004 silam. Dimana George Walker Bush yang merupakan sosok incumbent kala itu berhasil memenangkan pemilihan presiden dengan menggaet para imigran melalui kebijakan pemberian kredit murah rumahan.
“Kita lihat dalam perspektif ekonomi. Saya mengambil contoh paling menarik adalah ketika perbandingan nyata di Amerika, George Walker Bush waktu kampanye 2004, ia memberdayakan imigran dengan kredit murah rumahan. Saya ulangi lagi, Bush ketika melawan John Kerry, ia memenangkan pemilihan dengan cara memberikan kredit murah rumahan,” kata Ichsanuddin Noorsy beberapa waktu lalu (23/4) di Yogyakarta.
“Tetapi kemarin,” lanjut ekonom kelahiran Jakarta tersebut, di tahun 2008, ekonomi Amerika kalah dengan Cina. Industri manufakturnya ditutup. Sehingga imigran-imigran yang semula ramai ikut program kredit murah rumahan, akhirnya tidak bisa bayar utang.
Baca Juga:
Masihkah Bangsa Indonesia Ingat Tinggal Landas?
Mencermati Runtuhnya Pax Americana
Hal ini melahirlah gejolak save the immigrants. Maka diantara tahun 2005 sampai dengan 2008 muncul gelombang demo terhadap Bush. Menuntut penyelesaian terhadap perlindungan imigran.
Jika dibandingkan antara kebijakan Bush dengan Donald Trump, keduanya justru bertolak belakang. Trump tidak memberikan peluang sedikit pun kepada imigran. Ia bahkan secara tegas menyuruh para imigran pulang ke negara asalnya. Dengan platformnya make america great again, menurut Ichsanuddin Noorsy, Trump pada intinya ingin melakukan proteksionisme. Yakni melakukan perlindungan terhadap kesejahteraan warganya di dalam negeri Amerika sendiri.
“Ini juga saya tanyakan ke Sri Mulyani. Ketika saya berdiskusi di PTIK dengan Sri Mulyani dan Agus Martowardojo (bankir yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Bank BI), apakah kebijakan Donald Trump dengan proteksionismenya itu adalah kebijakan deglobalisasi atau globalisasi?” ungkapnya.
Mereka pun mengamini bahwa tren kebijakan beberapa negara maju saat ini adalah menerapkan deglobalisasi. Inilah tanda tanya besar. Jika memang jawabannya deglobalisasi kenapa Sri Mulyani bersama pemerintah justru tetap membuat kebijakan globalisasi? “Artinya, kalau kita lihat perdebatan seperti itu, maka pertanyaan besarnya menjadi begini; siapa sesungguhnya yang melindungi bangsa ini?” ujar Ichsanuddin.
Dirinya menambahkan, kalau dalam sejarah ekonomi, baik di Amerika, apalagi di Inggris, yakni dengan kebijakan brexit maupun make america great again, jelas tujuan utamanya adalah untuk melindungi negaranya. Jadi, baik yang namanya Amerika maupun Inggris dalam konstruksi make America great again maupun brexit, kata kuncinya adalah melindungi. Dan negara-negara tersebut tidak mempekerjakan tenaga kerja asing di dalam negeri. Karena kesejahteraan bangsanya di atas segalanya.
“Itu kata kuncinya,” kata dia.
“Entah itu make American great again ataupun brexit, dia tetap tidak memberi peluang bagi tenaga kerja asing bekerja mengambil kesejahteraan rakyatnya,” tegasnya.
Editor: Romandhon