NusantaraNews.co, Jakarta – Hari Puisi Indonesia (HPI) istiqomah diadakan setiap tahun sejak digagas dan digelar pertama kali tahun 2012 silam. HPI 2017 kali merupakan penyelenggaraan yang kelima.
Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri (SCB) selaku salah satu penggagas HPI menyampaikan perihal iktikad baik para penyair yang menggagas dan terus menyelenggarakan HPI. Menurut peradaban Indonesia berlangsung hingga kini karena bangsa nusantara memiliki para pujangga. Bahkan, kelahiran Indonesia juga tidak terpisah dari peran puisi yakni “Sumpah Pemuda”.
Sebaliknya, lanjut SCB, sebuah bangsa yang tidak menghargai puisi adalah bangsa yang bar-bar. SCB menyampaikan hal ini lagi saat jumpa pers Hari Puisi Indonesia 2017 di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Kompleks TIM Jakarta, Senin (2/10/2017).
Dengan gaya bicaranya yang khas, laiknya tengah baca puisi, SCB menceritakan hal ihwal munculnya kolom budaya atau sastra di sejumlah koran.
“Koran-koran yang menyediakan kolom sastra dan budaya yang sebagian bertahan hingga hari ini, itu akibat dari perkataan berwibawa Sang Paus Sastra H.B. Jassin, yang dulu pernah menyebut bahwa koran yant tidak ada kolom budaya adalah bar-bar bahkan biadab,” tutur Tardji.
Bagi Tardji, pernyataan si Paus Sastra Indonesia itu, bukan sembarang ucapan. Sebab, kata dia, puisi yang termasuk dalam salah satu jenis karya sastra memang selama ini dikenal berfungsi sebagai pelembut hati juga sumbangan spiritual bagi kehidupan batin dan jiwa manusia.
Itulah sebabnya, Tardji tahun ini menyumbang tema yang tak lazim yaitu “Puisi Harga Hidup”. Tema ini tentu asing di telinga bangsa Indonesia yang sensitif dengan harga mati, seperti “NKRI harga mati, Pancasila harga Mati, dll”.
Bagi Tardji, persoalan kebangsaan tidaklah berhenti sebatas itu. Sebab, baginya setiap anak bangsa perlu ikut ambil bagian secara aktif mengisi kemerdekaan sesuai bidang dan kemampuan masing-masing.
Sebagaimana yang diungkapan Ketua Umum Yayasan Hari Puisi, Maman S Mahayana, bahwa pementukan dan kesadaran tentang identitas keindonesiaan sesungguhnya merupakan proses yang belum selesai. “Ia terus hidup, bergerak dinamis, penuh vitalitas. Maka dalam pandangan SCB, NKRI menjadi harga hidup,” kata Maman di acara yang sama. (SS)
Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman