Globalisasi Telah Memutus Rantai Vital Pasokan Industri Pertahanan Amerika

f-35

NUSANTARANEWS.CO – Amerika Serikat (AS) akhir-akhir ini tampaknya merasa sangat khawatir dengan perkembangan dan pertumbuhan teknologi maju industri pertahanan Cina di masa mendatang terutama terkait dengan semakin berkurangnya rantai pasokan industri yang memasok komponen vital bagi industri Militer AS dalam beberapa tahun terakhir.

Kekhawatiran negeri Uncle Sam tersebut terungkap dalam sebuah laporan Departemen Pertahanan (Department of Defense) yang merilis studi satu tahun basis industri domestik strategis yang menyediakan komponen vital dan bahan baku bagi militer AS dengan judul “Report Assessing and Strengthening the Manufacturing and Defense Industrial Base and Supply Chain Resiliency of the United States,” yang merupakan dokumen Satuan Tugas Interagensi berdasarkan Perintah Eksekutif 13806 Presiden AS.

Isi laporan tersebut cukup mengejutkan karena menggambarkan kerentanan yang mencolok dalam basis industri militer AS. Dengan kata lain, ekonomi nasional AS tidak mampu lagi mendukung hal-hal yang paling mendasar dari industri pertahanannya sebagai konsekuensi langsung dari globalisasi dan offshore outsourcing seperti: kekurangan pekerja terampil di berbagai bidang perkakas mesin, pengelasan, dan teknik lainnya. Mesin vital masih harus diimpor, sebagian besar dari Jerman, yang belakangan ini memiliki hubungan kurang baik dengan Washington. Serta banyak pemasok kecil utama dari sub-komponen utama berada di ambang kebangkrutan karena ketidakpastian Anggaran AS dalam beberapa tahun terakhir.

Di luar semua itu, industri pertahanan AS juga mulai bergantung pada Cina untuk semua jenis logam langka. Seperti diketahui, sejak dekade 1980-an, industri penambangan domestik AS atas logam-logam penting lainnya ambruk karena faktor ekonomi sehingga beralih ke Cina sebagai pemasok utama yang jauh lebih ekonomis. Tidak mengherankan bila hari ini 81% dari logam langka dunia yang dibutuhkan industri militer, superkonduktor, ponsel pintar dan aplikasi teknologi tinggi lainnya berasal dari Cina.

Hal ini secara langsung telah mengakibatkan rantai produksi vital domestik yang tersisa bagi DoD terancam ambruk karena pasokan produk impor yang jauh lebih murah sehingga memaksa mereka keluar dari produksi dalam negeri.

Sebagai gambaran, saat ini hanya tersisa satu sumber domestik amonium perklorat, bahan kimia yang banyak digunakan dalam sistem propulsi Pentagon. Fakta lain yang mengkhawatirkan adalah AS kini hanya memiliki satu perusahaan dalam negeri yang membuat papan sirkuit cetak penting untuk setiap peralatan elektronik.

Sebagai catatan, sejak tahun 2000, AS telah mengalami penurunan 70% pangsa produksi globalnya – sebaliknya Asia menghasilkan 90% papan sirkuit tercetak di seluruh dunia, dan setengah dari produksi itu terjadi di Cina. Sebagai hasilnya, hanya satu dari 20 produsen papan sirkuit tercetak di dunia yang berbasis di AS.

Komponen lain yang tidak terlalu terlihat tetapi vital adalah pembuatan ASZM-TEDA1 impregnated carbon. AS hanya bergantung pada satu sumber. ASZM-TEDA1 digunakan dalam 72 DoD kimia, biologi, dan sistem filtrasi nuklir, antara lain untuk melindungi terhadap gas beracun dan serangan peperangan kimia. Calgon Carbon of Pittsburg adalah pemasok tunggal saat ini.

Ya, globalisasi telah menjadikan produsen perusahaan senjata AS dalam komponen vital beralih ke produsen asing – seperti Cina. Termasuk kontrak pengadaan senjata DoD dari perusahaan besar seperti Lockheed-Martin pun pada gilirannya mengalihkan rantai suplai mereka ke sumber yang paling efisien: Cina.

Sehingga laporan tersebut dengan tegas mengatakan bahwa, “Dominasi Cina terhadap pasar elemen logam langka sangat berbahaya terutama terkait kebijakan industri strategis dan kerentanan serta kesenjangan di basis manufaktur dan industri pertahanan Amerika. Betapa tidak, bila industri pertahanan AS 100% bergantung pada produsen Cina untuk untuk bahan logam langka.

Hal lain yang cukup mengkhawatirkan adalah kesiapan AS untuk menghadapi potensi “perang masa depan” dengan Rusia dan Cina terkait sumber daya manusia yang terampil. Saat ini Amerika tidak cukup menghasilkan pekerja di bidang sains, teknologi, teknik dan matematika untuk mengisi pekerjaan di sektor-sektor seperti kontrol elektronik, rekayasa nuklir dan ruang angkasa – termasuk ahli mesin, tukang las dan pekerja terampil lainnya untuk membangun dan pemeliharaan kapal perang, kendaraan tempur dan pesawat. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir mahasiswa asing atau internasional telah mendominasi lulusan universitas AS.

Menurut penelitian mutakhir ditemukan bahwa 81 persen mahasiswa pascasarjana dalam program teknik elektro dan petroleum di universitas AS adalah mahasiswa internasional, dan 79 persen dalam ilmu komputer. Penelitian itu juga menyatakan bahwa di banyak universitas AS, “baik program jurusan maupun pascasarjana tidak dapat dipertahankan tanpa siswa internasional.” Banyak dari mereka berasal dari Asia, terutama Cina.

Globalisasi tampaknya telah meluluh lantakkan industri kecil strategis AS sebagai rantai pemasok vital perangkat pertahanan DoD sehingga tidak mengherankan bila Presiden Trump menuduh Cina telah mencuri teknologi maju Amerika. Bahkan bersikeras melancarkan perang dagang dengan Cina guna menekan perkembangan teknologi made in Cina di masa depan – khususnya terkait industri strategis pertahanan dan keamanan. (Agus Setiawan)

 

Exit mobile version