Fraksi PKS Minta UU Larangan Penodaan Agama Jangan Dihapus

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI, Jazuli Juwaini/Foto Deni/NUSANTARAnews

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI, Jazuli Juwaini. (Foto Deni/NUSANTARAnews)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sejumlah pihak mendesak pembatalan atau penghapusan pasal larangan penodaan agama karena dianggap menimbulkan permasalahan akibat subjektivitas penerapannya yang mengekang/melanggar kebebasan.

Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, menilai desakan tersebut tidak sejalan dengan semangat penghormatan terhadap agama di Indonesia. Selain itu, Mahkamah Konstitusi telah mengukuhkan (menolak pembatalan) Pasal dalam UU 1/PNPS/1960 jo UU KUHP Pasal 156A tersebut.

“Ini artinya secara konstitusional dan by the law UU larangan penodaan agama sangat penting bagi upaya penghormatan dan penjagaan semua agama yang diakui secara resmi oleh negara dari upaya penodaan atau penistaan,” ujar Jazuli dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 Mei 2017.

Anggota Komisi I DPR RI ni meminta pihak-pihak yang kekeuh mendesak pembatalkan larangan penodaan agama memahami bahwa UU tersebut justru dibutuhkan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama.

“Justru jangan dihapus kalau kita ingin menjaga kerukunan, karena jika tidak ada pasal tersebut orang seenaknya menghina dan menista agama dan ini akan memancing disharmoni bahkan bisa menciptakan instabilitas nasional,” terangnya.

Secara universal, lanjut Jazuli, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) telah menyebutkan bahwa hak beragama adalah hak yang paling dasar (basic human rights) dan tidak dapat dikurangi atas nama dan/atau karena alasan apapun (non derogable rights).

“Dalam konteks Indonesia, negara tegas menjamin kebebasan beragama setiap warga negara. Pasal 29 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu,” kata Jazuli.

Jaminan terhadap hak beragama, lanjutnya, tidak hanya berupa perlindungan atas pilihan keyakinan seseorang, tetapi juga perlindungan negara atas setiap agama dari upaya penodaan dan penistaan yang dilakukan oleh siapapun.

Menurut Jazuli, negara juga mengembangkan dan mempromosikan sikap toleransi dalam menjalin hubungan antarumat beragama, mencegah berbagai tindakan yang menyulut ketersinggungan umat beragama serta tegas melarang penistaan agama atas nama apapun, termasuk kebebasan.

“Untuk itu, UUD 1945 pada Pasal 28J menegaskan keharusan setiap orang menghormati hak asasi orang lain dalam rangka tertib bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pun, setiap orang dalam menjalankan kebebasannya tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum,” papar Jazuli.

Jazuli Juwaini justru mengajak seluruh warga bangsa untuk bersyukur bahwa negara kita memiliki pendirian dan aturan yang jelas tentang posisi agama dan ancaman terhadap perbuatan yang merusak bangunan kerukunan beragama sebagaimana tersebut di atas.

“Di negara kita, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang menghinakan, menodai, dan menistakan agama. Tidak boleh ada sikap yang menyerang dan merusak nilai dan ajaran agama. Ketegasan sikap negara terhadap intoleransi secara konkret diwujudkan dalam beleid tentang larangan penodaan agama. Ini harus kita pertahankan,” pungkas Jazuli.

Pewarta: Richard Andika
Editor: Achmad Sulaiman

Exit mobile version