NUSANTARANEWS.CO – Jerman adalah negara di Eropa yang paling terbuka untuk menampung imigran. Tapi, sejak dua tahun belakangan, terutama setelah maraknya aksi protes kedatangan imigran ditambah lagi munculnya isu terorisme perhatian Jerman mulai menyusut meski sebetulnya Kanselir Angela Merkel jauh di lubuk hatinya menaruh harapan besar terhadap para imigran.
Baru-baru ini sebuah survey merilis sebanyak 70 persen warga Jerman menolak cadar dan burqa. Bahkan Merkel secara terang-terangan menyebut bahwa wanita yang mengenakan cadar dan burqa tidak bisa terintegrasi secara sosial dengan warga Jerman. Antara cadar atau burqa dan imigran tentu saja ada kaitan dan hubungannya.
Pasalnya, para pengungsi (imigran) mayoritas merupakan warga Suriah yang notabene tak sedikit kaum Hawa yang mengenakan dua jenis pakaian yang menutup penuh seluruh muka itu. Begitu juga beberapa negara Timur Tengah lainnya yang kini tengah berkonflik dan memaksa mereka mencari suaka politik di tanah Eropa, termasuk Jerman. Lantas mengapa Jerman dua tahun lalu begitu terbuka menerima imigran?
Simak: Jerman Kota Tak Ramah Bagi Imigran
Jerman memiliki sejarah panjang sebagai negara yang terbuka untuk menerima kedatangan imigran. Tercatat sejak runtuhnya Tembok Berlin, Jerman begitu banyak menerima imigran yang berdatangan guna mencari pekerjaan, terutama dari negara-negara Eropa Timur macam Austria dan Hungaria. Begitu pula pengungsi dari negara-negara lainnya, Jerman sangat terbuka. Sehingga, Jerman bisa dibilang merupakan sebuah negara yang paling berpengalaman dalam menangani pengungsi.
Meski ada sebagian kalangan menilai bahwa terbukanya Jerman terhadap pengungsi karena hendak ‘menebus’ dosa sejarah, tetapi alasan ekonomi bisa dibilang dalih paling populis. Pasalnya, Jerman sangat berkepentingan untuk menggenjot tenaga kerja usia produktif demi menguatkan perekonomiannya.
Baca: Jerman Join Rusia Perangi Terorisme Islam
Data CNN menyebutkan, merujuk dari data penuaan warga yang dirilis oleh Komisi Eropa, populasi Jerman akan menurun dari 81,3 juta orang pada 2013 menjadi 70,8 juta orang pada 2060. Dari jumlah tersebut, prediksi warga yang berusia 65 tahun ke atas akan meningkat dari 32 persen pada tahun ini, menjadi 59 persen pada 2060. Untuk itu Jerman tengah berupaya keras mencari tenaga kerja usia produktif guna mengangkat pertumbuhan ekonominya.
Nah, di tengah-tengah silang pendapat soal penampungan imigran di daratan Eropa, Jerman kini seperti mendapat angin segar dari Uni Eropa (UE). Pasalnya, UE menyerukan negara-negara kawasan Uni Eropa untuk terbuka menerima imigran, terutama imigran dari Suriah.
Simak: 70 Persen Warga Jerman Ingin Burka Dilarang
Hingga kini, tercatat sedikitnya 160.000 warga Suriah dan para pengungsi lainnya tertahan tanpa kepastian di Yunani dan Italia. Sehingga, Komisaris Imigrasi, Dimitris Avramopoulos mengatakan pihaknya tak segan-segan memberikan sanksi tegas bagi negara-negara Uni Eropa yang tidak mau menampung imigran.
Sejauh ini, baru 13.500 pengungsi yang sudah direlokasi dalam proses yang terhambat oleh inersia dan penentangan dari negara-negara Eropa Timur yang menolak imigrasi muslim.
Editor: Eriec Dieda