NUSANTARANEWS.CO – Beberapa waktu lalu, Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo memvonis M. Samhudi, seorang guru SMP Raden Rahmat Sidoarjo dengan hukuman tiga bulan masa percobaan enam bulan dan denda Rp250.000. Samhudi terbukti bersalah karena melakukan kekerasan yakni mencubit dan memukul siswanya sendiri.
Komisi X DPR yang concern terhadap dunia pendidikan menyesalkan sikap gegabah hakim. Meskipun, dalam logika hukum pemberian sanksi tersebut dapat dibenarkan. “Apalagi, hakim menggunakan hukum formil sesuai tata beracara karena ada gugatan sehingga dia harus memvonis,” kata anggota Komisi X DPR Abdul Faqih Fikri, Kamis (11/8/2016).
Namun secara material, menurut Fikri, mestinya hakim tidak hanya terfokus pada UU KUHP, tapi mengarahkan kepada UU Sisdiknas serta UU Guru dan Dosen. Meskipun, hukuman yang dijatuhkan hanya bersifat percobaan, tapi dampaknya sangat besar.
“Sungguhpun vonisnya adalah hukuman percobaan, artinya selama yang bersangkutan tidak melakukan perbuatan pidana lain, selama hukuman percobaan itu berarti tidak perlu masuk penjara, namun ini membuat trauma para guru. Dampak sosial bagi guru, siswa dan masyarakat akan luar biasa,” jelas Fikri.
Guru, kata Fikri, akan membiarkan siswa bandel. Berarti ini ancaman buat siswa lain dan suasana sekolah bakal terus gaduh. Kekhawatiran perilaku murid “berani” kepada gurunya juga bisa terwujud.
Kemudian kalau ternyata peristiwa ini murni inisiatif orang tua siswa saja dan siswanya tidak bermaksud menggugat sebagaimana orang tuanya, maka bisa saja dalam kasus Sidoarjo siswanya akan dikucilkan oleh siswa lain. Bahkan akan kesulitan mencari sekolah karena resisten dengan kasus ini.
“Wallahu a’lam. Semoga semua pihak mulai berhati-hati menghadapi kasus serupa ini, terutama pengadilan untuk mempertimbangkan kasus model ini dikabulkan untuk disidangkan atau tidak,” tandasnya. (rafif/achmad/red-01)