NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kuasa Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail menyebut bahwa dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya tidak sesuai dengan aturan main yang ditetapkan oleh kejaksaan.
“Ini kan didakwa bersama-sama, tetapi masing-masing terdakwanya berbeda. Karenanya, salah satu poin yang akan kami masukan di dalam dakwaan adalah mengenai teknis bagaimana mereka menyusun surat dakwaan,” tutur Maqdir.
Sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto akan kembali digelar pada Rabu, (20/12/2017) mendatang. Agendanya adalah pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa KPK yang dibacakan pada Rabu (13/12) lalu.
Kata Maqdir,nota keberatan atau eksepsi kliennya sedang diselesaikan dan hampir rampung.
“Insya Allah (eksepsi) bisa disampaikan sesuai rencana. Lagi diselesaikan,” sambungnya.
Untuk diketahui, dalam dakwaan Jaksa KPK, Novanto disebut melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam dakwaan tersebut, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga disebut telah memperkaya diri sendiri dengan menerima uang sebesar US$ 7,3 Juta dan jam tangan bermerk Richard Mille Rm 011 seharga US$ 135ribu.
Uang sebanyak US$ 7,3 juta itu tidak diterimanya secara langsung, melainkan melalui Pengusaha Made Oka Masagung sejumlah US$ 3,8 Juta dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo sebesar US$ 3,5 Juta.
Dengan perincian diterima melalui rekening OCBC Center Branch Nomor Rekening 501029938301 atas nama OEM Investment, PT, Ltd. Sejumlah US$ 1,800,000 dan melalui rekening Delta Energy, Pte, Ltd, di Bank DBS Singapura Nomor Rekening 0003-007277-01-6-022 sejumlah US$ 2.000.000.
Sedangkan yang diterima oleh Novanto melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo itu dalam kurun waktu pada tanggal 19 Januari 2012 s/d 19 Februari 2012.
Perbuatan Novanto juga diduga telah memperkaya orang lain, di antaranya, Mendagri Gamawan Fauzi, Andi Narogong, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan beserta enam anggota panitia tender e-KTP, Johannes Marliem, Miryam S Haryani, Markus Nari, Ade Komaruddin, M Jafar Hapsah, beberapa anggota DPR periode 2009-2014, Husni Fahmi, Tri Sampurno, Yimmy Iskandar Tedjasusila alias Boby, 7 orang tim fatmawati, Wahyudin Bagenda dan Abraham Mose serta tiga orang direksi PT Len Industri. Kemudian, Mahmud Toha, dan Charles Sutanto Ekapraja.
Adapun korporasi yang diuntungkan oleh perbuatan Novanto, di antaranya, Manajemen Bersama Konsorsium PNRI, PT Sandipala Artha Putra, PT Len Industri, PT Sucofindo dan PT Quadra Solution, serta PT Mega Lestari Unggul.
Dalam dakwaan, nama anak dan istri Novanto pun ikut disebut-sebut. Deisti Astriani Tagor dan Rheza Herwindo disebut membeli saham perusahaan yang merupakan holding PT Murakabi Sejahtera.
Awalnya Jaksa KPK menjelaskan Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang telah dituntut secara terpisah, membentuk tim Fatmawati untuk mengakali proses lelang terkait proyek e-KTP. Tim Fatmawati itu kemudian membentuk tig konsorsium dengan skenario untuk memenangkan salah satu konsorsium. Tiga konsorsium itu adalah konsorsium PNRI, Astragraphia, dan Murakabi.
Salah satu konsorsium, yaitu konsorsium Murakabi yang terdiri dari PT Murakabi Sejahtera, PT Aria Multi Graphia, PT Stacopa Raya, dan PT Sisindocom Lintasbuana difungsikan sebagai perusahaan pendamping.
Adapun PT Murakabi sejahtera ini dikendalikan oleh terdakwa (Setya Novanto) melalui Irvanto Hendra Pambudi, Deisti Astriani Tagor dan Rheza Herwindo. Dengan cara Irvanto Hendra Pambudi Cahyo membeli saham PT Murakabi Sejahtera milik Vidi Gunawan, sehingga Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dapat menggantikan posisi Vidi Gunawan yang merupakan Adik Andi Agustinus sebagai Direktur PT Murakabi Sejahtera dan selanjutnya Deisti Astriani Tagor dan Rheza Herwindo membeli sebagian besar saham PT Mondialindo Graha Perdana yang merupakan holding dari PT Murakabi Sejatera.
Atas perbuatannya, Novanto didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Reporter: Restu Fadilah
Editor: Eriec Dieda