Cuaca Ekstrem Diprediksi Meningkat Jika Dunia Tak Segera Kurangi Emisi Gas

Badai Irma/Foto Dok. Zuma/Nusantaranews

Badai Irma di Kepulauan Karibia/Foto Dok. Zuma/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Diterbitkan di jurnal Science Advances sebagaimana dikutip dari Time, Senin (26/2/2018) sebuah penelitian memprediksi bahwa kemungkinan cuaca ekstrem akan meningkat 90 persen di Amerika Utara, Eropa dan Asia Timur. Jika beberapa negara dunia tidak segera mempercepat usaha untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

“Kami tidak siap menghadapi iklim hari ini, apalagi untuk pemanasan global yang lain,” kata Noah Diffenbaugh, seorang Profesor Sistem Sains Bumi dari Universitas Stanford.

Dalam perjanjian Paris 2015, Presiden Donald Trump telah berjanji untuk keluar saat AS memenuhi syarat untuk melakukannya, bertujuan untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 3,6 ° Fahrenheit pada tahun 2100 dengan target ideal 2,7 ° Fahrenheit. Meskipun perbedaannya tampak kecil, studi tersebut menunjukkan bahwa perbedaan antara target tersebut akan menyebabkan peningkatan dramatis.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, negara-negara dari seluruh dunia menawarkan janji mereka masing-masing untuk mengurangi emisi gas rumah kaca masing-masing. Namun komitmen kolektif tersebut masih memungkinkan suhu mengalami kenaikan hingga 5,8 ° Fahrenheit.

Hal ini jika merujuk data dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Beberapa negara sepertinya tidak ingin memenuhi komitmen mereka sama sekali.

Para ilmuwan mengatakan cuaca dunia akan terhindar dari cuaca ekstrem andaikata, negara-negara di seluruh dunia benar-benar bersedia mengurangi emisi sesuai dengan target dalam Perjanjian Paris. (*)

Editor: Alya Karen

Exit mobile version