NUSANTARANEWS.CO – Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud melakukan kunjungan bersejarah untuk pertama kalinya sejak menjadi Raja Arab ke China pada 15-18 Maret 2017. Kunjungan bersejarah ini atas undangan Presiden China, Xi Jinping.
Kunjungan Raja Arab Saudi diketahui merupakan kunjungan balasan setelah Xi Jinping melakukan hal serupa tahun lalu yang sekaligus tercatat sebagai kunjungan pertama China ke Arab Saudi dalam rentang waktu 12 tahun terakhir. Dalam kesempatan berkunjung ke China, kedua presiden melakukan sejumlah pembicaraan terkait dengan kerjasama diberbagai bidang serta hubungan strategis dan jangka panjang antar China-Arab Saudi.
Seperti dilaporkan Xinhua, Raja Salman dan Xi telah membuat konsesus bersama dalam rangka memajukan hubungan bilateral dan memperkuat kerjasama dalam urusan internasional dan regional Arab Saudi-China pada kunjungan beresiko Xi ke Arab Saudi tahun lalu.
Xi mengatakan kalau dirinya sangat senang atas langkah maju hubungan kedua negara setelah Raja Salman membalas kunjungan Xi. Tak perlu sungkan bagi Xi untuk menyampaikan kalau China mendukung Arab Saudi sebagai garda terdepan membangun jalur pembangunan yang disesuaikan dengan kondisi nasional untuk kepentingan kedaulatan, keamanan, dan pembangunan nasional. Xi berharap Arab Saudi-China mampu memainkan peranan yang lebih besar dalam urusan regional dan global.
Lebih lanjut, Arab Saudi kebetulan memiliki program ‘Visi Saudi 2030’, sehingga Xi berharap penuh program tersebut dapat bermitra dengan program One Belt and Road Initiative China untuk kepentingan menguasai jalur perdagangan dan perekonomian dunia.
Puas dengan pujian Xi, Raja Salman membalas. Menurutnya, China adalah pasar potensial, handal dan stabil untuk minyak Arab Saudi. Sehingga, Xi lalu menyerukan kerjasama yang lebih erat di berbagai bidang seperti energi, komunikasi, penerbangan, keuangan dan investasi. Tak hanya itu, seruan Xi juga melingkupi bidang-bidang lainnya seperti budaya, pendidikan, kesehatan masyarakat, teknologi, pariwisata, media dan keamanan.
Terkait soal keamanan, Xi mengklaim bahwa hubungan China dengan negara-negara muslim sudah terbangun dengan saling menghormati dan memberi contoh konsistensi yang harmonis demi terciptanya sebuah peradaban. Atas pandangan tersebut, dalam urusan Timur Tengah Xi mengatakan bahwa China menghormati kedaulatan nasional dan tidak ikut campur tangan dalam urusan-urusan internal negara.
Dalam konteks ini, Xi sadar apabila China tampil ke depan dalam konflik sektarian di Timur Tengah niscaya akan beresiko besar terhadap pandangan internasional kepada China yang sedari dulu menegaskan netral. Untuk itu, Xi menyarankan agar persoalan di Timur Tengah diserahkan kepada PBB karena PBB memiliki peran kunci demi terciptanya perdamaian dan meredakan ketegangan.
Namun, Xi tentu sangat berkepentingan agar situasi di Timur Tengah kondusif demi memuluskan program ambisius China One Belt One Road. “Solusi untuk banyak masalah di Timur Tengah terletak pada pengembangan. China berharap untuk meningkatkan One Belt and Road Initiative dengan negara-negara Timur Tengah,” kata Xi.
Usai mendengarkan pemaparan Xi, Raja Salman dikatakan Xinhua patuh terhadap kebijakan Satu China, dan bersumpah untuk memperkuat kerjasama dengan China di bidang perdagangan, investasi, keuangan dan energi. Inilah kerjasama strategis dan berkelanjutan yang dimaksud.
Setelah pembicaraan panjang Xi dan Raja Salman, kedua belah pihak melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama di bidang perdagangan, ekonomi, energi, budaya, pendidikan dan teknologi yang disebut-sebut mencapai angka 65 miliar dolar atau setara dengan Rp866 triliun.
Penulis: Eriec Dieda